September 13, 2024

Rapor Evaluasi Satu Tahun KPU dan Bawaslu Periode 2017-2022

Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) periode 2017-2022 telah menginjak masa bakti satu tahun. Sebagai bentuk dukungan terhadap dua lembaga penyelenggara pemilu, Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri atas Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), dan Indonesia Corruption Watch (ICW), mengadakan survei evaluasi.

Survei dilakukan terhadap 36 ahli dari tiga latar belakang, yakni 12 pegiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), 13 akademisi, dan 11 jurnalis. Pegiat Koalisi yang mengadakan evaluasi tak menjadi responden.

“Jadi, kami yang ada di Perludem, ICW, KoDe, dan SPD, tidak menjadi responden. Hal ini kami tujukan agar hasil evaluasi tidak bias,” kata Peneliti Perludem, Heroik Pratama, pada diskusi “Evaluasi Satu Tahun Penyelenggara Pemilu” di Sultan Agung, Jakarta Pusat (8/5).

Koalisi mengajukan tujuh fokus aspek pertanyaan dan menurunkannya ke dalam 39 pertanyaan terbuka dan 33 pertanyaan tertutup. Hasilnya, kinerja KPU periode 2017-2022 dinilai belum menyamai prestasi KPU periode-periode sebelumnya, sedangkan Bawaslu dinilai lebih menunjukkan kemajuan dibandingkan dengan Bawaslu periode-periode sebelumnya. 53 persen responden tidak setuju dengan pernyataan “Kinerja KPU saat ini menunjukkan kemajuan dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya” dan 70 persen responden setuju pada pernyataan “Kinerja Bawaslu saat ini menunjukkan kemajuan dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya”.

Berikut ulasan detil.

Kemandirian

Dari lima pertanyaan yang diajukan, hasil menunjukkan positif negatif. Negatif karena ternyata kemandirian KPU dan Bawaslu masih sedikit dipertanyakan. Keraguan nampak dalam pengambilan keputusan dan penyusunan peraturan tentang pendaftaran dan verifikasi partai politik peserta pemilu. 72 persen responden menyatakan KPU tak mandiri dalam menyusun peraturan tersebut. 69 persen responden menilai Bawaslu juga tak mandiri.

Positifnya, KPU dan Bawaslu dinilai telah mampu menunjukan kesan tidak terasosiasi dengan partai politik atau peserta pemilu tertentu pada keseharian di luar tugas. Nilai 58 persen untuk KPU dan Bawaslu.

Profesionalitas

KPU dan Bawaslu mendapatkan tinta biru untuk aspek profesionalitas. Menurut responden, penyelenggara pemilu mampu melakukan pembagian tugas dan peran secara tepat antar anggota, mampu membangun skala prioritas kerja, mampu menerapkan prinsip kolektif kolegial, dan mampu melakukan sosialisasi pemilu dalam rangka meningkatkan partisipasi pemilih.

Namun, tinta merah diberikan responden untuk pernyataan “penyelenggara pemilu telah menyusun regulasi penyelenggara pemilu secara tepat waktu” dan “penyelenggara pemilu telah mampu mengimplementasikan peraturan/kebijakan sebagaimana mestinya”. Melalui pertanyaan terbuka, responden menyinggung Peraturan Bawaslu No.3/2018 tentang Pengawasan terhadap Verifikasi Pendaftaran Partai Politik yang tak tepat waktu, dan ketidakcermatan KPU dalam menyusun Keputusan KPU yang menyebutkan besaran kursi untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota/kabupaten di DKI Jakarta. Padahal, tak ada kursi legislatif untuk kabupaten/kota di DKI Jakarta.

Hasil survey juga menunjukan bahwa Bawaslu mendapatkan apresiasi karena telah memperlakukan partai politik secara setara dalam proses sengketa pemilu. Pekerjaan rumah (PR) Bawaslu, yakni meningkatkan kerja pengawasan dan penindakan pelanggaran pemilu secara lebih efektif, serta berani dalam memberikan sanksi tegas.

Keadilan dan imparsialitas

Persoalan keadilan mendera KPU. Responden memandang KPU belum memberikan pelayanan yang adil dan setara terhadap peserta pemilu dalam pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta pemilu. Peneliti KoDe Inisiatif, Adelline Syahda mengatakan bahwa ada partai yang diterima secara langsung oleh anggota KPU dan ada yang hanya diterima oleh staf KPU pada saat pendaftaran.

Kepastian hukum

58 persen responden setuju bahwa KPU telah membuat peraturan KPU (PKPU) sesuai dengan Undang-Undang (UU) No.7/2017 dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Angka tersebut lebih rendah dari penilaian yang diberikan responden kepada Bawaslu, yaitu 64 persen.

Di sisi lain, responden mengkritik pembuatan PKPU dan peraturan Bawaslu (Perbawaslu) yang tidak berkesesuaian, sering berubah-ubah, dan adanya tahapan penyelenggaraan pemilu yang dijalankan tanpa peraturan yang merujuk pada regulasi terbaru. KPU dan Bawaslu diharapkan dapat mempercepat proses pembuatan aturan dan tak saling menunggu.

Inklusivitas dan aksesibilitas

Baik KPU maupun Bawaslu mendapat rapor baik untuk aspek inklusivitas dan aksesibilitas. Keduanya telah membuat kebijakan yang memberikan afirmasi kepada penyandang disabilitas, perempuan, masyarakat adat, dan kelompok masyarakat rentan lainnya. Yang perlu diperbaiki adalah meningkatkan kualitas afirmasi. KPU dan Bawaslu perlu menyusun data jumlah penyandang disabilitas dan masyarakat adat guna memetakan pelayanan yang mesti diberikan.

Keterbukaan dan partisipasi

Dibukanya akses kepada publik untuk menyaksikan dan mengawasi tahapan penyelenggaraan pemilu melalui online menjadi kerja baik penyelenggara pemilu yang diapresiasi responden. KPU dan Bawaslu juga dinilai telah menunjukan keterbukaan dengan melibatkan dan memperhatikan masukan masyarakat sipil dalam penyusunan peraturan penyelenggara pemilu, serta memberikan pemahaman kepada publik tentang pentingnya berpartisipasi dalam proses penyelenggaraan pemilu dan penentuan seleksi penyelenggara pemilu di tingkat daerah.

Koalisi menekankan bahwa evaluasi tidak ditujukan untuk mendelegitimasi institusi penyelenggara pemilu. Sebaliknya, evaluasi justru menjadi bentuk dukungan Koalisi terhadap penyelenggara pemilu bahwa Koalisi terus menemani dan mengawasi.

“Ini adalah cara kami, masyarakat sipil yang menjadi pegiat pemilu, yang paling dekat dengan penyelenggara pemilu untuk memberikan masukan. Di saat yang sama kami juga menjadi kritikus. Semoga ini tidak dijadikan hal untuk propaganda isu-isu tertentu. Kami adalah lembaga yang ingin agar penyelenggara pemilu lebih baik,” jelas Koordinator ICW bidang Korupsi Politik, Donal Fariz.

Hasil evaluasi diterima oleh Viryan, Anggota KPU RI, dan Abhan, Ketua Bawaslu RI. Keduanya mengapresiasi Koalisi dan akan menjadikan hasil evaluasi untuk mensolidkan kerja-kerja kepemiluan.