September 13, 2024

Rekrutmen Caleg Harus Diperbaiki

Pansus menargetkan April 2017 UU Pemilu sudah disahkan

JAKARTA — Sistem pemilihan calon legislatif (caleg) dalam Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu (RUU Pemilu) diminta untuk diperbaiki. Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Heroik Pratama, memberi masukan, sistem pemilihan caleg sebaiknya dilakukan secara proporsional dan terbuka.

“Kami sarankan caleg dipilih berdasarkan musyawarah parpol. Kandidat caleg sebaiknya dipilih berdasarkan masukan dari kader parpol. Jangan hanya mementingkan pendapat kalangan elite parpol,” ujar Heroik di Jakarta, Sabtu (19/11).

Musyawarah penentuan kandidat caleg, lanjutnya, sebaiknya dilakukan secara terbuka dengan sistem bottom up. Artinya, ada masukan dari tingkat kabupaten, kota, atau provinsi lalu disahkan ke dewan pimpinan pusat (DPP).

Kandidat caleg pun perlu disampaikan kepada masyarakat sebelum disahkan oleh DPP. Jadi, DPP hanya berwenang mengesahkan. DPP, tidak berwenang mengintervensi kandidat di tingkat provinsi, ujar Heroik.

Lebih lanjut, dia mengingatkan jika revisi UU Pemilu sebaiknya tidak hanya menitikberatkan pada sistem pemilihan caleg. Sebab, masih banyak poin yang penting dibahas, seperti metode pemberian suara, formula penghitungan suara, alokasi kursi, ambang batas, dan sebagainya.

Seluruh poin di atas, kata Heroik, saling terkait dan membutuhkan perhatian khusus. DPR sebaiknya jangan hanya fokus membahas sistem pencalonan anggota legislatif.

“Hal lain pun harus mendapat perhatian mengingat waktu pembahasan singkat hingga awal 2017,” katanya.

Anggota Pansus RUU Pemilu, Viva Yoga Mauladi, menyoroti kerap berubahnya aturan di UU Pemilu setiap jelang pemilu dilaksanakan. Idealnya, menurut dia, revisi UU Pemilu dilakukan setelah dua periode pelaksanaan pemilu. Harapannya, revisi UU Pemilu tidak hanya mengakomodasi kepentingan tertentu.

“Jangan setiap akan pemilu lantas UU direvisi. Apalagi saat pembahasan metodologis dan subjektif dari parpol selalu timbul perdebatan,” ujar Viva.

Jika revisi terus diulang, lanjutnya, akan menyulitkan pembahasan UU sendiri. Viva menekankan, revisi sebaiknya tidak hanya berdasarkan kepentingan parpol atau pihak tertentu.

“Revisi harus memperkuat sistem presidensial yang diterapkan di Indonesia. Sehingga, nanti mampu menghadirkan pemilu yang berintegritas dan menitikberatkan terhadap partisipasi masyarakat,” kata dia menegaskan.

Dia menjelaskan, pansus akan mulai bekerja hari ini. Pembahasan UU Pemilu ditargetkan selesai pada April 2017.

“Kami upayakan maksimal selesai April. Nanti diintensifkan komunikasi di luar pansus,” ujar dia.

Viva menambahkan, saat ini pun sejumlah poin daftar inventarisasi masalah (DIM) telah ditetapkan oleh pansus. Daftar isian masalah yang akan dibahas meliputi sistem pemilu, alokasi kursi per daerah pemilihan, jumlah kursi di DPR seiring bertambahnya jumlah penduduk, formula penghitungan suara, dan proses pencalonan.

Anggota Pansus RUU Pemilu dari Fraksi Partai Golkar, Hetifah Sjaifudian, lebih menyoroti soal komposisi komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU)
dalam DIM yang disusun fraksinya. Hetifah akan mengusulkan penambahan jumlah komisioner KPU. Mengingat pada Pemilu 2019 nanti diselenggarakan secara serentak, yaitu pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) sehingga tentu menyita tenaga penyelenggara.

“Jadi, kami mengusulkan penambahan komisioner KPU guna memperkuat kelembagaan KPU. Kami kira tidak cukup hanya tujuh, mungkin sebe laslah,”
ujar Hetifah.

Selain itu, Hetifah juga mempertanyakan penaikan batas usia minimal calon anggota KPU. Berdasarkan draf RUU Pemilu pada Pasal 14 Ayat (1) huruf b disebutkan bahwa 45 tahun menjadi usia paling rendah anggota KPU pusat. Sedangkan, anggota KPU provinsi paling muda 35 tahun dan KPU kabupaten/kota 30 tahun.

Menurut dia, generasi muda yang berpotensi akan sangat sulit atau tidak mungkin untuk berkarier di KPU. “Padahal, KPU membutuhkan ahli IT, misalnya. Itu kan generasi muda,” kata Hetifa.

Hetifah optimistis pembahasan RUU Pemilu akan selesai tepat waktu, yaitu dua tahun sebelum pelaksanaan. Menurut Hetifah, terkait tahapan penyelenggaraan pemilu sendiri pemerintah mengusulkan 22 bulan sebelum pemilu sudah mulai dilakukan tahapan.

“Menurut kami, ini bisa dilakukan lebih awal, misalnya, 24 bulan karena persiapan pemilu serentak pasti cukup banyak dan kompleks. Kalau seperti diamanatkan oleh undang-undang, April sudah selesai,” ujarnya. (ed:hafidz muftisany)

DIAN ERIKA NUGRAHENY, ALI MANSUR