August 8, 2024

Rukka Sombolinggi: Musyawarah Mufakat Masyarakat Adat Bisa Seiring dengan Pemilu

Kongres Masyarakat Adat Nusantara V yang diselenggarakan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Kampong Tanjung Gusta, Deli Serdang, Sumatera Utara menyertakan isu kepemiluan. Merujuk Sarasehan Politik Elektoral sebagai bagian acara Kongres, setidaknya ada dua tujuan yang berkaitan langsung dengan pemilu. Di samping ingin mempersiapkan kaderisasi masyarakat adat dalam pencalonan dan pemenangan pemilu, Kongres diharapkan bisa menghasilkan strategi lima tahun mempengaruhi sistem politik Indonesia sehingga ada yang sesuai dengan keadaan dan karakter masyarakat adat.

Deputi II AMAN, Rukka Sombolinggi menjelaskan, intervensi AMAN terhadap politik kepemiluan masyarakat adat sudah dilakukan sejak Pemilu 2009. Bentuknya pendampingan persiapan pencalonan, kampanye, dan keterpilihan kader AMAN yang memilih berpolitik. Pada Kongres ini, AMAN ingin terlibat lebih jauh mempersiapkan politik masyarakat adat di pemilu, khususnya untuk Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Berikut penjelasannya:

Seperti apa masyarakat adat mengalami pemilu?

Pemilu lebih banyak dirasa sebagai konflik. Sesama keluarga, sesama bagian masyarakat adat tapi bisa saling memusuhi karena pilihan politik, mendukung calon, bahkan menjadi tim sukses calon di pemilu. Lalu setelah pemilu usai, para pihak berkonflik melakukan rekonsiliasi. Sayangnya sebelum rekonsiliasi selesai, sudah ada pemilu selanjutnya. Pemilu terlalu sering sehingga sering membuat masyarakat adat berkonflik tanpa rekonsiliasi yang baik.

Apakah pemilu sejalan dengan masyarakat adat?

Kami berpandangan pemilu belum akarab dengan masyarakat adat. Ada perbedaan mendasar antara prinsip pemilu sebagai prosedur demokrasi dengan transisi/suksesi kepemimpinan masyarakat adat. Pemilu prinsipnya satu orang satu suara. Sedangkan prinsip musyawarah adalah kebersamaan untuk mufakat.

Ketaksesuaian prinsip itu apakah berarti AMAN menolak pemilu?

Tentu kami tak menolak pemilu. Kami berpemahaman musyawarah mufakat masyarakat adat bisa dijalankan seiring dengan pemilu. Pengalaman kami bersama masyarakat adat, saat pemilu berlangsung, seperti pilkades (pemilihan kepala dasa) dan pilkada kabupaten/kota, musyawarah dilakukan sebelum pemungutan suara. Hasil musyawarah mufakat ini kemudian menjadi panduan pemilih.

Jika prinsip satu orang satu suara bisa dijalankan seiring musyawarah, lalu masalah konkretnya apa?

Anggota masyarakat adat ternyata tak semuanya mau bermusyawarah atau tak mengikuti hasil musyawarah. Ada yang lebih patuh terhadap partai politik, tim sukses, atau calon, bukan kemufakatan.  Yang memprihatinkan, perpecahan ikatan masyarakat adat terjadi di pemilu ada yang karena politik uang. Pemilih lebih mau memilih kandidat atau ajakan tim sukses karena mau dapat puluhan atau ratusan ribu uang tunai

AMAN pilih apa, mengusung orang adat mencalonkan atau menegosiasikan kepentingan adat orang di luar adat yang mencalonkan?

Semua cara kami lakukan. Di pilkades lebih sering AMAN mengusung orang bagian masyarakat adat. Di pilkada dan pemilu presiden lebih mungkin menegosiasikan kepentingan masyarakat adat kepada calon sehingga jika terpilih bisa ditagih janji dan komitmennya.

Di pemilu legislatif seperti apa?

Untuk pemilu legislatif, persiapannya bisa lebih panjang. AMAN mendata kader-kader potensial berdasar pemahaman dan modal sosial. Lalu dilakukan pendampingan sebelum, saat, dan setelah pemilu. Di Pemilu 2014, sebanyak 185 kader terpilih AMAN baik melalui jalur perseorangan DPD maupun jalur partai turut berpartisipasi sebagai caleg. Hasilnya, ada 36 caleg terpilih. Ada yang di DPRD kabupaten/kota, provinsi, dan DPD.

Tantangannya apa terkait target keterpilihan perwakilan masyakarat adat di pemilu?

Pemilu mahal. Pemenangan butuh ongkos kampanye. Menjamin keterpilihan pun butuh ongkos untuk menjaga raihan suara melalui kesiapan penyediaan saksi dan uang saksi. Selain itu, modal sosial memungkinkan terpecah oleh politik uang. Saat kaderisasi dilakukan jauh hari dengan investasi uang dan waktu, di hari pemungutan suara, basis masa bisa berpindah pilihan karena serangan fajar.

Kongres Masyarakat Adat Nusantara ke V diselenggarakan di desa adat, Tanjung Gusta, Deli Serdang, Sumatera Utara. Kenapa lokasi ini dan ada permasalahan adat apa yang mungkin berkait dengan pemilu?

Di sini tempat keberadaan tanah dan masyarakat adat. Eksistensinya diakui pemerintah sebagai buah keberhasilan advokasi masyarakat adat. Di banyak daerah, tanah dan masyarakat adat di dalam kawasan hutan banyak yang tak diakui pemerintah. Padahal keberadaannya sudah ada jauh sebelum negara Indonesia berdiri.

Kami di sini bersama merumuskan agenda AMAN dan masyarakat adat untuk dilaksanakan  selama 5 tahun kedepan. Semoga saling menginspirasi, berupaya agar tak ada lagi diskriminasi terhadap masyarakat adat. Tak adanya pengadministrasian membuat masyarakat kehilangan hak akan tanah dan tempat tinggal serta hak politik. Banyak yang tak punya KTP sehingga anggota masyarakat adat banyak yang tak bisa memilih. []