November 6, 2024
Print

RUU Pemilu Berpotensi Molor

Masyarakat diminta mengawasi proses pembahasan RUU Pemilu di DPR.

JAKARTA — Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) pesimistis rancangan undang-undang (RUU) tentang penyelenggaraan pemilu bakal rampung sebelum Juni 2017. Ketua Perludem Titi Anggraini menuturkan, jika pem bahasan terkait mekanisme pemilu tersebut masih gamang dan melebar ke pembahasan yang tak perlu, RUU itu sukar diselesai kan tepat waktu.

“Kalau pembahasan mekanismenya nggak jelas, melebar ke mana-mana, ya kita pesimistis tepat waktu,” ujar dia di Menteng , Jakarta, Ahad (6/11).

Titi menjelaskan, pembahasan RUU penyelenggaraan pemilu ini harus fokus pada beberapa hal. Di antaranya, tahapan pemilu, penegakan hukum, pencalonan presiden, dan kelemahan fundamental, seperti dalam alokasi kursi dan persoalan daerah pemilihan (dapil) anggota DPR.

Menurut dia, mekanisme soal perdapilan tidak bisa dibuat secara terlampir sebagaimana di dalam RUU tersebut. Mekanisme perdapilan anggota DPR harus diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan tidak lagi menjadi lampiran UU.

Jika mekanisme dapil anggota DPR dibuat secara terlampir dalam UU, lanjut Titi, berpotensi terjadinya praktik gerry mandering yang berarti pembentukan dapil bisa menguntungkan parpol atau kandidat tertentu. Selain itu, dampak lainnya, yakni jumlah alokasi kursi perdapil di level provinsi akan menja di tidak proporsional.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Agus Herman to mengajak seluruh elemen bangsa untuk aktif dalam mengawasi pembahasan revisi undang-undang pemilu tersebut. Ia berharap, pengawasan selama pembahasan revisi undang-unda ng mampu menghasilkan aturan pemilu yang lebih berpihak kepada rak yat.

Apalagi, waktu yang tersisa untuk menyelesaikan undang-undang tersebut tidak terlalu banyak. Pansus juga sudah dibentuk. Mereka segera bekerja. Tapi, masyarakat juga mengawasi pembahasan ini agar bisa kontrol, ujar politikus Partai Demokrat ini.

Meski demikian, hingga saat ini, kata Agus, belum ada pembahasan lebih lanjut usai pembentukan pansus. Pasalnya saat ini anggota DPR masih masa reses dan ketika memasuki masa persidangan mendatang, masing-masing fraksi akan mengajukan daftar inventarisasi masalah (DIM). Setelah reses, mereka langsung tancap gas untuk mengejar target, katanya.

Agus menambahkan, ada perubahan dalam revisi RUU pemilu yang diajukan pemerintah itu, seperti ketua dan anggota KPU, Bawaslu, dan DKPP merupakan pejabat nonstruktural. Kemudian terkait ketua dan anggota KPU, Bawaslu dan DKPP bisa menjabat maksimal dua periode. Perubahan lainnya adalah jumlah anggota Bawaslu pusat menjadi tujuh orang, sedangkan Bawaslu provinsi lima orang.

Ambang batas

Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal PPP Achmad Baidowi menilai, ambang batas parlemen yang diajukan pemerintah sebesar 3,5 persen sudah moderat dan berkeadilan karena tujuan penyederhanaan partai politik bisa tercapai.

“PT 3,5 persen sudah cukup moderat dan berkeadilan karena dengan PT (parliamentary threshold) tersebut penyederhanaan parpol sudah tercapai,” katanya di Jakarta.

Dia mengatakan, dengan PT 3,5 persen pada Pemilu 2014, ada sekitar 22 juta suara terbuang. Dan, apabila dinaikkan lagi, lanjut dia, suara yang terbuang akan meningkat. Menurut dia, apa bila banyak suara terbuang, yang terjadi adalah representasi perwakilan di parlemen mengalami distorsi karena aspirasi suara dari bawah tidak terwakilkan di parlemen.

“Penyederhanaan parpol di Indonesia sebaiknya dibiarkan secara alamiah mengikuti perangkat aturan yang berlaku dengan prinsip keadilan,” ujarnya.

Senada dengan Baidowi, Sekretaris Fraksi Partai Hanura Dadang Rusdiana menilai usulan pemerintah terkait ambang batas parlemen atau sebesar 3,5 persen sudah ideal karena merepresentasikan suara rakyat.  Usulan pemerintah terkait PT sama dengan pemilu sebelumnya dan kemudian menghasilkan 10 parpol yang punya kursi di DPR.

“Jadi, apa yang disampaikan pemerintah tentunya masih cukup ideal,” katanya.

Dia mengatakan, kursi parpo l di parlemen harus meng gambarkan konfigurasi politik yang ada di masyarakat. Karena itu, menurut dia, kalau berbicara penyederhanaan parpol, harus dilakukan secara alamiah melalui proses pemilu, rakyat yang menentukan. Penyederhanaan parpol tidak harus pakai ambang batas, apalagi pilpres disatukan dengan pileg, ujarnya (Antara). []

UMAR MUKHTAR, ALI MANSUR