PKPU Sebenarnya hanya mengenal tiga kategori pemilih, tapi variannya bisa sampai delapan kategori pemilih. Pemilih atau petugas yang merancukan tujuh varian kategori ini bisa berujung pada hilangnya hak pilih.
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) 14/2016 merinci kategori pemilih yang berhak memberikan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Pasal 6 peraturan itu menyebut tiga kategori pemilih. Pertama, pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Kedua, pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Pindahan (DPPh). Ketiga, pemilih kategori Daftar Pemilih Tambahan (DPTb)—pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya di hari pemungutan suara.
Namun, pada implementasinya, terutama di Pilkada DKI Jakarta putaran pertama, ada kerancuan baik dari pemilih maupun petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Aturan kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP-el) sebagai syarat memilih yang terlalu dipaksakan serta manipulasi Formulir C6 (surat pemberitahuan pemungutan suara) membuat beberapa permasalahan yang menciderai hak pilih.
Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), menyoroti hal ini sebagai evaluasi besar yang tak boleh terjadi kembali di Pilkada DKI Jakarta putaran kedua.
“Harus dipastikan pelaksana pemilihan di TPS memahami tugas dan kewajibanannya, menguasai aturan main dengan baik, terutama yang berkaitan dengan penggunaan hak pilih, tata cara, prosedur, dan mekanisme pemilihan, maupun teknis pemilihan lainnya,” kata Titi Anggraini, saat dihubungi di Jakara (18/4).
Pemilih Terdaftar di DPT
Ada empat varian pemilih yang terdaftar di DPT. Mari kita ilustrasikan.
Pertama, pemilih bernama Ani terdaftar di DPT. Ia juga mendapat Formulir C6 yang dibagikan KPPS. Ani juga telah memiliki KTP-el.
Kedua, pemilih bernama Budi terdaftar di DPT. Ia telah mengantongi Formulir C6. Namun, KTP-el Budi belum jadi karena blangko habis. Karena Budi telah merekam data dirinya di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) setempat, ia diberi surat keterangan pengganti KTP-el.
Merujuk pada PKPU 14/2016, Ani dan Budi dapat memilih di tempat dan waktu reguler sebagaimana disebut dalam Formulir C6. Formulir tersebut memuat nama; nomor urut dalam DPT; hari, tanggal, dan jam pemungutan suara; serta alamat TPS. Ani dan Budi tinggal menunjukkan Formulir C6 untuk memilih.
Pasal 7 ayat (2) PKPU tersebut menyebut, “Dalam memberikan suara di TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemilih menunjukkan formulir Model C6-KWK.”
Ketiga, pemilih bernama Caca terdaftar di DPT. Tapi hingga hari pemungutan suara, ia belum mendapatkan Formulir C6. Ia hanya punya KTP-el.
Sementara, keempat, pemilih bernama Didi, terdaftar di DPT. Tapi Formulir C6 miliknya hilang. Didi juga belum punya KTP-el, tapi sudah mengantongi surat keterangan pengganti KTP-el.
Apakah Caca dan Didi bisa memilih meski tak punya Formulir C6?
Menurut Pasal 15 PKPU 14/2016 Caca dan Didi bisa memilih di jam reguler (07.00—13.00) dengan membawa KTP-el atau Surat keterangan.
“Dalam hal formulir Model C6-KWK yang telah diterima oleh Pemilih hilang, Pemilih menggunakan hak pilih pada hari Pemungutan Suara dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau Surat Keterangan.”
KPU DKI Jakarta menyarankan Caca dan Didi untuk membawa serta paspor atau identitas lain yang memuat nama, alamat, dan foto diri. Hal ini diperlukan untuk mengecek apakah Caca dan Didi benar-benar warga setempat dan berhak memilih.
Pemilih di DPTb
Pemilih yang terdaftar di DPTb adalah pemilih yang tidak terdaftar sebagai pemilih dalam DPT, namun memenuhi syarat dilayani penggunaan hak pilihnya pada hari dan tanggal pemungutan suara. Eli dan Fifi contohnya.
Setelah mengecek di DPT, Eli ternyata tak terdaftar. Tapi, ia adalah warga yang telah menetap di Jakarta. Ia membuktikannya dengan kepemilikan KTP-el berdomisili Jakarta. Sementara Fifi, membuktikannya dengan kepemilikan surat pengganti KTP-el dari Disdukcapil Jakarta.
Sesuai dengan Pasal 10 ayat (1), (2), dan (3) PKPU 14/2016, Eli dan Fifi berhak memilih dengan ketentuan:
- menunjukkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau Surat Keterangan kepada KPPS pada saat Pemungutan Suara;
- Hak pilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan di TPS yang berada di RT/RW atau sebutan lain sesuai dengan alamat yang tertera dalam Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau Surat Keterangan.
- Penggunaan hak pilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan 1 (satu) jam sebelum selesainya Pemungutan Suara di TPS.
Pada Pilkada putaran pertama lalu, penggunaan KTP-el oleh pemilih yang terdaftar di DPT tapi tak mendapat formulir C6 bersengkarut dengan pemilih yang terdaftar di DPTb. Petugas merancukan pemilih di DPT dan pemilih di DPTb.
Semestinya, Caca dan Didi, karena terdaftar di DPT, berhak memilih pada jam 07.00—13.00. Sementara Eli dan Fifi, karena mereka tak terdaftar di DPT dan masuk ke DPTb, hanya diperbolehkan memilih di jam 12.00—13.00.
Pada Pilkada DKI Jakarta putaran kedua ini, KPU DKI Jakarta menegaskan hal tersebut tak akan terulang. “Apabila Anda ada di DPTb dan tidak terdaftar dalam DPT, waktu pencoblosan pukul 12.00—13.00 WIB dengan cara Membawa KTP-el atau Suket (surat keterangan pengganti KTP-el). Jiika diperlukan, bawa Kartu Keluarga (KK) atau Identitas lain yang memuat nama, alamat, dan foto diri. Pemilih DPTb bisa memilih dengan syarat sepanjang surat suara masih tersedia,” kata Sumarno, Ketua KPU DKI Jakarta, sebagaimana tercantum dalam keterangan yang didapat redaksi Rumah Pemilu (18/4).
Pasal 37 ayat (4) PKPU 14/2016 menyebut, KPPS memberikan surat suara kepada pemilih tambahan apabila surat suara masih tersedia. Pada Pilkada DKI Jakarta putaran pertama lalu, KPPS beranggapan, pemilih di DPTb, yang memilih dengan KTP-el atau surat keterangan, hanya bisa menggunakan surat suara cadangan. Anggota KPPS tak berani menggunakan surat suara untuk DPT karena khawatir para pemilih di daftar itu belum dan akan datang. Akibatnya, banyak pemilih yang pada akhirnya tak bisa memilih karena alasan ini.
Hal ini dinilai tak boleh terjadi lagi di Pilkada DKI Jakarta putaran kedua. “Penyelenggara harus memfasilitasi sebaik mungkin pemilih dalam menggunakan hak pilihnya, jangan sampai dihambat, dihalang-halangi, ataupun dipersulit,” kata Titi Anggraini, saat dihubungi di Jakara (18/4).
Pemilih Terdaftar di DPPh
PKPU 14/2016 juga merinci kategori pemilih DPPh. Pemilih yang terdaftar dalam DPPh merupakan pemilih yang karena keadaan tertentu tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS tempat yang bersangkutan terdaftar dan memberikan suara di TPS lain di provinsi dan/atau kabupaten/kota yang sedang menyelenggarakan Pemilihan dalam satu wilayah.
Keadaan tertentu yang dimaksud meliputi: menjalankan tugas di tempat lain pada hari pemungutan suara; menjalani rawat inap di rumah sakit atau puskesmas dan keluarga yang mendampingi; menjadi tahanan di rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan; tugas belajar; pindah domisili; dan tertimpa bencana alam.
Pemilih ini bisa memilih pada jam reguler dengan menunjukkan Formulir A5 (surat keterangan pindah memilih di TPS lain). KPU DKI Jakarta juga menyarankan pemilih pada DPPh ini untuk membawa serta paspor atau identitas lain yang memuat nama, alamat, dan foto diri.
Jadi, termasuk dalam kategori pemilih manakah Anda?