August 8, 2024

Syafuan Rozi Soeban: Pro Bono Publik untuk Keterwakilan Demokrasi Substantif

Selama ini pemilu menghasilkan wakil rakyat yang tak dikenal. Siapa dan bagaimana kualitasnya? Kebijakannya pun dirasa belum bermanfaat atau sesuai dengan kebutuhan rakyat. Peneliti ilmu politik, Syafuan Rozi mengusulkan syarat adanya bentuk kontribusi masyarakat jika seseorang ingin menjadi wakil rakyat. Namanya, “pro bono publik”.

Berikut penjelasan Rozi melalui wawancara Usep Hasan Sadikin dari rumahpemilu.org di Gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta (6/12).

Bisa dijelaskan latarbelakang dari “pro bono publik”?

Ya. Ini merupakan syarat untuk menjadi anggota dewan atau kepala pemerintahan. Wakil rakyat harus mempunyai skor pro bono publik. Agar nanti perihal substantive seperti akuntabilitas, representabilitas, responsibilitas itu terwakili dalam diri orang yang mewakili rakyat.

Dari pro bono publik ini kita akan dapat calon wakil rakyat yang sudah bekerja dulu untuk masyarakat baru ikut kompetisi. Selama ini yang menjadi calon wakil rakyat, mereka berkampanye dulu. “Saya akan lakukan ini itu.” Ketika terpilih dia baru berencana melakukan hal-hal yang sebelumnya dijanjikan. Ini seperti membeli kucing dalam karung. Kita tak tahu siapa dan kualitasnya bagaimana.

Jika kita melihat sekarang, untuk membangun demokrasi yang substantif perlu pelembagaannya. Selama ini kan salah satu kekecewaan masyarakat terhadap wakil rakyat adalah orangnya tak dikenal, kurang bertanggungjawab, belum menerapkan hal yang mendorong perubahan. Nah, untuk ke depan saya mengusulkan, bagi kita yang ingin menjadi anggota dewan, kepala daerah atau presiden harus mengumpulkan poin pro bono publik.

Apa maksud dari istilah “pro bono publik”?

Secara kata, “pro bono publik” berarti untuk kebaikan orang banyak. Ada beberapa istilah. Dalam literatur klasik disebut dengan endoponia, yang artinya kebaikan bersama. Dalam bahasa latin adalah pro bono publik. Jika dibahasakan dalam bahasa kita, Indonesia, sudah memberikan nilai kebaikan untuk orang banyak.

Penilaiannya seperti apa?

Poin dalam pro bono publik adalah satu kegiatan yang bermanfaat untuk kebaikan orang banyak. Misalnya seorang yang ingin menjadi wakil rakyat di provinsi, harus mengumpulkan 50 poin pro bono publik. Sebelum 50 poin terkumpul seseorang belum bisa mencalonkan sebagai wakil rakyat di pemerintahan.

Kita bisa memasukan bidang kewirausahaan. Apakah mampu, seseorang bisa menyerap orang bekerja di suatu daerah dari satu unit usaha yang dibuatnya. Di Sukabumi misalnya, selama ini belum ada pengusahaan industri batik Sukabumi. Setelah diusahakan, masyarakat Sukabumi mendapat satu pekerjaan baru melalui batik Sukabumi yang seseorang itu hidupkan. Ini poin pro bono publik kewirausahaan.

Ada lagi poin integritas. Apakah bisa seseorang bisa menanamkan nilai integritas di lingkungannya. Misalnya, seseorang telah membuat dan menjalankan “Kantin Kejujuran”. Bagaimana ia bisa mengajak dan menerapkan kejujuran pada orang banyak dalam keseharian. Ini poin pro bono publik integritas.

Dengan poin pro bono publik, seseorang berkontribusi dulu di daerah pemilihan. Maka setiap orang yang mewakili rakyat, memang dikenal.  Syarat ini yang mendorong akuntabiltas, representabilitas dan responsibilitas calon wakil rakyat.

Itu inovasi dari asosiasi ilmu politik Indonesia. Saya sebagai penelitinya mengusulkan poin pro bono publik sebagai alat ukur untuk menuju demokrasi substansial; demokrasi yang pro kedaulatan dan kesejahteraan rakyat.

Perwujudannya?

Untuk mewujudkan itu memang harus ada amandemen undang-undang. Yang diamandemen adalah pasal undang-undang kepartaian, undang-undang pemilu. Ditambahkan satu pasal, agar bisa menjadi calon wakil rakyat, kepala daerah atau presiden harus mengumpulkan poin pro bono publik itu. Kita bikin bertingkat. Untuk daerah tingkat satu, tingkat dua. Tingkat satu misalnya 100 poin. Tingkat dua 50 poin. Presiden mungkin perlu 500 poin misalnya.

Jadi orang berkontribusi dari bawah dulu. Tidak tiba-tiba loncat. Misalnya, Bang Haji Rhoma Irama mau jadi presiden. Maka dia mesti mempunyai poin pro bono publik dulu untuk daerah kelahirannya. Di Tasikmalaya. Lalu di Jawa Barat. Baru pro bono publik untuk Indonesia. Sehingga kita dapat pemimpin yang mengakar dari bawah. Tidak tiba-tiba di atas.

Penilainya siapa?

Kami dari Asosiasi Ilmu Politik Indonesia punya kompetensi untuk menjadi verifikator. Karena kami punya cabang di seluruh Indonesia. Insya-Allah Asosiasi Ilmu Politik Indonesia lebih independen dalam pengertian, punya tanggung jawab ilmiah, tanggujawab perubahan masyarakat untuk lebih baik, professional dan coba secara personal pun independen.

Bagaimana dengan jika bentuk pro bono publik seseorang sudah terjadi di masa lalu, bahkan sudah tak ada atau dilupakan?

Apa yang dibuat Rhoma Irama bisa menjadi poin pro bono publik. Lagu-lagunya mengenai kebanggaan menjadi Indonesia, ini inpiratif bagi orang banyak. Jadi termasuk pro bono publik juga. Ada variable tak lekang oleh waktu di dalam penilaian pro bono publik.

Cara menghitung poinnya ada yang menekankan pada keabadian. Tak lekang oleh waktu. Tapi juga ada yang menyertai satuan waktu, periodic. Misal, nilai pro bono publik ada waktu yang cukup bisa dikatakan seseorang telah berkontribusi di satu daerah pemilihannya. Minimal lima tahun. Sedang, 10 tahun. Panjang di atas 15 tahun.

Walau pun tak bisa berkontribusi di tempat kelahiran, seseorang bisa berkontribusi di daerah pemilihannya. Ini karena undang-undang mensyaratkan domisili.

Jika mau fleksibel, mungkin seseorang tak harus membangun pro bono publik di tempatnya tinggal, tapi bisa di suatu daerah lain. Perubahan bisa langsung dilakukan di daerah tempat tinggalnya. Bisa juga secara jarak jauh. Dengan sistem dan jaringannya dia bisa melakukan perubahan di luar tempat tinggalnya.

Asosiasi Ilmu Politik Indonesia akan melacak apakah ada kaitan koordinasi dan kontribusi terhadap satu bentuk pro bono publik dengan seseorang. Pengecakan beserta pengulangannya merupakan satu cara menetapkan poin.

Ini pun berlaku terhadap kadarluarsa pro bono publik seseorang. Kita akan ada dua katagori. Ada yang tak lekang oleh waktu dan ada yang dalam kurun waktu. Karena memang syarat kebaikan juga ada berlaku dalam waktu pendek dan panjang. Ini diupayakan bisa diukur.

Pengukuran dilakukan tak hanya pada pro bono publik yang berwujud fisik. Pro bono publik berwujud non-fisik pun ada. Misal untuk Rhoma Irama, jelas, lagu-lagu yang bernuansa ke-Indonesiaan, multikultural itu termasuk dalam pro bono publik non-fisik. Ini bisa dihitung sebagai poin pro bono publik.

Wujud non-fisik pun berlaku bagi orang menghasilkan karya tulis seperti buku pemikiran, novel atau hasil penelitian. Kami coba menilai itu.[]