October 7, 2024

Tiga Puluh Ribu Penduduk Sulbar Terancam Kehilangan Hak Pilih

Sekitar tiga puluh ribu penduduk Sulawesi Barat terancam kehilangan hak pilih. Pasalnya, regulasi mengenai syarat sebagai pemilih belum mengakomodasi pemilih pemula yang belum memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik. Hal ini tentu berpotensi memicu konflik pada saat hari pemungutan suara.

“Pemilih yang belum masuk di formulir DP4 pada saat penetapan DPS (Daftar Pemilih Sementara) akan dimasukkan ke daftar pemilih baru. Sedangkan, pemilih potensial non e-KTP dimasukkan ke formulir AC KWK. Data mereka ini, akan dikirimkan ke Disdukcapil (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil) untuk dibuatkan surat keterangan. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa hanya pemilih yang telah terekam (yang telah berumur 17 tahun sebelum penetapan Daftar Pemilih Tetap) yang akan dibuatkan surat, sedang yang tidak terekam akan dicoret oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum). Jadi, yang tidak terekam terancam kehilangan hak pilih, dan jumlahnya sekitar tiga puluh ribu orang,” kata anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), Muhammad Yunus, kepada Rumah Pemilu (31/10).

Jumlah 30 ribu tersebut merupakan akumulasi dari 15 ribu lebih warga Kabupaten Majene yang telah terekam tetapi belum memiliki e-KTP dan 15 hingga 20 ribu pemilih pemula dan pemilih potensial non e-KTP di seluruh Sulbar.

“Disdukcapil Majene ini angkat tangan ketika disuruh membuat surat keterangan sebanyak 15 ribu lebih. Mereka tidak bisa memenuhi permintaan tersebut sebab kendala teknis dan jumlah tenaga kerja,” tukas Yunus.

Untuk mencegah hilangnya hak pilih warga Sulbar pada pemilihan kepala daerah (pilkada) mendatang, Yunus menyebutkan bahwa pihaknya telah mengusulkan terobosan pada saat rapat koordinasi. Ia meminta pemilih diberikan kemudahan dalam membuat surat keterangan Disdukcapil dengan cara membuktikan hak pilihnya melalui surat akta kelahiran atau akta nikah.

“Harusnya KPU RI, Bawaslu RI, dan Disdukcapil ini membuat MoU (Memorandum of Understanding) untuk memudahkan pemilih membuat surat keterangan, meski ia belum terekam. Ini harus diakomodasi, karena hilangnya ribuan hak pilih akan memicu konflik. Sekarang memang belum kelihatan, tetapi nanti, ketika warga datang untuk memilih dan dinyatakan tidak bisa memilih, akan menuai konflik,” kata Yunus.

Yunus berharap KPU dan Bawaslu RI memeriksa kemampuan serta kapasitas Disdukcapil selaku lembaga yang mengeluarkan surat keterangan. Pasalnya, jangkauan e-KTP di seluruh Indonesia masih kurang sehingga Disdukcapil mengambil peran sangat penting dalam pemenuhan hak pilih warga negara.