Mewujudkan Pilkada berintegritas merupakan pekerjaan berat. Integritas Pilkada mesti tercermin di dalam tiga hal, yakni penyelenggara, proses, dan hasil. Jika salah satu didapati tak berintegritas maka Pilkada secara keseluruhan tak dapat dikatakan berintegritas.
Apa saja tantangan integritas Pilkada 2018 dan apa yang harus diantisipasi oleh penyelenggara? Simak penjelasan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, dalam format wawancara.
Masalah integritas penyelenggara terjadi di Pilkada Garut 2018. Peristiwa tertangkapnya anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Ketua Panitia Pengawasan (Panwas) Garut menjadi titik mula diragukannya kembali integritas penyelenggara. Apa saja sebenarnya tantangan integritas penyelenggara?
Pilkada 2018 dihadapkan pada realitas ada beberapa KPU daerah yang akan berakhir masa jabatannya pada saat tahapan krusial Pilkada berlangsung. Ada 16 provinsi yang saat ini sedang berlangsung seleksi anggota KPU provinsi. Masa jabatan mereka berakhir pada 24 Mei 2018. Artinya, hanya kurang satu bulan dengan hari H Pilkada tanggal 27 Juni.
Kemudian, ada juga seleksi anggota KPU kabupaten/kota. Di Sulawesi Utara (Sultra), yang sedang ada Pemilihan Gubernur (Pilgub), 15 KPU kabupaten/kota di Sultra masa jabatannya berakhir pada 26 Juni 2018, satu hari sebelum hari pemungutan suara.
Jadi, yang harus diantisipasi agar integritas Pilkada tidak terciderai adalah memastikan seleksi anggota KPU tidak terganggu. Seleksi harus melahirkan figur-figur yang siap meneruskan estafet Pilkada 2018.
Ingat! Ada tiga provinsi yang sedang ada seleksi anggota KPU provinsi dan juga Pilgub, yaitu Kalimantan Timur, Sultra, dan Sulawesi Selatan. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), jangan lepas pengawasan terhadap proses ini. Pastikan bahwa orang yang terpilih adalah orang yang memang bisa bekerja, punya kompetensi, kemampuan, dan independensi. Lembaga penyelenggara pemilu bukan lembaga penitipan.
Lanjut ke integritas proses. Apa tantangan bagi integritas proses Pilkada 2018?
Ada empat hal yang bisa disorot dalam hal integritas proses. Satu, sengketa proses dan penegakan hukum. Beberapa jam yang lalu, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) mengabulkan sengketa pemilu pasangan Api-Ciccu dan membatalkan kepesertaan petahana. Putusan ini dikabulkan di tengah proses kampanye. Mestinya sengketa yang ditangani oleh institusi berwenang tidak berlarut-larut.
Lalu di Bau-Bau, calon perseorangan menggugat ke Panwas. Oleh Panwas diloloskan. Tapi, Panwas malah menggugurkan paslon lain yang telah ditetapkan oleh KPU. Padahal, paslon tersebut tidak menggugat. Nah, penting sekali memastikan penyelenggara di bawah memahami regulasi pemilu dengan baik. Jangan sampai keluar rel.
Dua, akuntabilitas dana kampanye. Kami mengapresiasi Bawaslu cepat bekerja mengantisipasi dana kampanye. Tapi ada yang perlu dilakukan, yaitu memeriksa sumber dana dan melakukan penegakan hukum. Misal, ada dana 10 miliar rupiah. Itu dana apa? Apakah bersumber dari dana yang dilarang? Apakah melampaui batasan sumbangan dana kampanye?
Tidak mungkin kita punya integritas Pilkada kalau tidak ada integritas dana kampanye. Jadi, kita tunggu ketegasan hukum terhadap dana kampanye jika memang ada yang tak sesuai aturan.
Tiga, soal integritas hak pilih warga negara. Ada 6,7 juta pemilih yang disebut KPU belum punya Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP. Sementara, menurut Undang-Undang (UU) Pilkada, Surat keterangan (Suket) dikeluarkan setelah warga negara melakukan perekaman e-KTP. Nah, KPU dan Bawaslu harus memfasilitasi mereka. Harus ada strategi kerja untuk memastikan 6,7 juta pemilih ini tidak kehilangan hak pilihnya.
Empat, praktik ilegal di penyelenggaraan Pilkada. Kita masih menyaksikan di beberapa daerah maraknya hoaks, warta dusta, dan segregasi politik identitas. Kami berharap, Memorandum of Action (MoA) antara Bawaslu, KPU, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) dan platform media sosial dapat melakukan langkah strategis agar berita bohong tak berlanjut.
Begitu juga dengan politik uang. Ini harus dicegah dan diawasi.
Ada hal-hal yang menjadi ancaman bagi proses Pilkada 2018. Bagaimana prediksi hasilnya? Apakah kita akan memiliki hasil yang baik dengan lahirnya kepala-kepala daerah berkualitas dan berintegritas?
Soal ini kita perlu memberikan apresiasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut saya, KPK telah berkontribusi meningkatkan integritas hasil. KPK telah berupaya menyelamatkan hasil Pilkada dengan melakukan penegakan hukum terhadap calon-calon kepala daerah yang terlibat kasus korupsi.
Nah, pemilih, gunakan informasi rekam jejak calon sebagai dasar untuk memilih. Jangan biarkan daerah kita dipimpin oleh orang yang jadi bagian tindak pidana korupsi atau orang yang tidak bisa melakukan tata kelola pemerintahan yang bersih.