August 8, 2024

Titi Anggraini: Jika Balik ke Undang-undang Lama, KPU Bekerja Lebih Keras

Rancangan undang-undang pemilu sudah diselesaikan di tahap Panitia Khusus. Semua isu krusial sudah disepakati kecuali lima isu kursial perihal sistem kepemiluan. Ambang batas pencalonan presiden, ambang batas parlemen, besaran daerah pemilihan, sistem pemilu proporsional terbuka, dan konversi suara ke kursi akan ditentukan melalui voting anggota dewan berdasarkan lima paket (Paket A sampai E).

Dari hasil Pansus ini pun, waktu persiapan Pemilu 2019 sudah amat mendesak untuk dimulai Oktober 2017. Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara pemilu membutuhkan waktu dalam membuat peraturan teknis kepemiluan yang baru pertama kali diselenggarakan serentak. Seperti apa keadaannya? Berikut penjelasan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini kepada rumahpemilu.org (11/7).

Bagaimana anda menilai rancangan undang-undang pemilu ini?

Merujuk waktu, penyelenggara pemilu jelas yang paling terdampak. Jangka  waktu tersisa makin sulit memadai untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang baik dan komprehensif.

Jika kita berharap Pemilu 2019 makin baik, mepetnya waktu persiapan regulasi ini jadi permulaan buruk kah?

Iya. Salah satu pertimbangan hukum mengapa pemilu serentak diputuskan MK pada awal 2014 lalu tidak langsung dilaksanakan untuk Pemilu 2014 adalah didasari pertimbangan agar ada waktu yang cukup bagi pembuat undang-undang dalam mempersiapkan kerangka hukum pelaksanaan pemilu serentak.

Mengapa sampai bisa mepet?                       

Memang sangat disayangkan. Sejak awal Pemerintah terlambat mempersiapkan RUU Pemilu ini. Naskah baru diserahkan ke DPR pada Oktober 2016. Padahal semestinya Pemerintah merespon putusan MK yang memerintahkan pembentukan undang-undang untuk Pemilu Serentak 2019 secara cepat, baik, dan komprehensif.

Pengkhususan pembahasan di sejumlah isu krusial, mempercepatkah?

Dari jalannya tarik-menarik kepentingan politik yang sangat kuat di antara fraksi-fraksi DPR, malah berproses lama. Ini jadi faktor yang berkontribusi terlambatnya undang-undang pemilu untuk dihasilkan.

Tinggal tahap Paripurna, ada kemungkinan gagalkah kepastian undang-undang pemilu?

Paripurna ditentukan lewat voting. Tinggal bagaimana sikap Pemerintah, menyetujui atau menolak. Jika gagal disahkan, ini jadi preseden sangat buruk dan menunjukkan kinerja legislasi yang kedodoran. Saya sangat berharap agar DPR dan Pemerintah bisa mengambil keputusan terbaik dan tidak menyandera penyelenggara pemilu maupun para pemangku kepentingan dangan situasi ketisakpastian aturan main pemilu 2019.

Jika Pemerintah menolak hasil Paripurna, konsekuensinya apa?

RUU Pemilu tak disahkan berarti kembali ke undang-undang lama. KPU harus bekerja lebih keras membuat peraturan teknis tahapan pemilu yang selaras dan tidak bertentantan dengan satu sama lain. Pemilih pun kebingungan karena keserentakan tak ditopang regulasi dan pengkondisian yang baik dari penyelenggara. []