August 8, 2024

Wahjudi Djafar: Beda Isu HAM dalam Visi-Misi Jokowi dan Prabowo

Deputi Reserach Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Wahjudi Djafar memaparkan hasil pembacaan dan analisinya terhadap visi-misi kedua pasangan calon (paslon) presiden-wakil presiden Pemilu 2019. Wahyu menilai, paslon Joko Widodo-Ma’ruf Amin  menyinggung isu-isu hak asasi manusia (HAM) aktual saat ini, dan paslon Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno menyinggung isu-isu HAM yang dialami oleh kelompok-kelompok pendukungnya.

Simak selengkapnya uraian Wahyu pada diskusi “Menyigi Visi Misi Pasnagan Capres: Bidang HAM” di kantor Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisitaif, Tebet, Jakarta Selatan (16/1).

Isu hukum dan HAM menjadi topik debat kandidat pertama. Apakah isu ini menarik minat masyarakat di Indonesia?

Ya, hari ini, debat mengenai HAM, baik yang dilakukan oleh masyarakat sipil maupun oleh Tim pendukung paslon, makin gemuruh. Meskipun, kalau dari lembaga survei dikatakan bahwa isu HAM itu adalah isu yang sumbangan elektabilitasnya paling murah, jauh di bawah isu ekonomi dan kesejahteraan. Mungkin, efeknya hanya 1 sampai 2 persen bagi keterpilihan calon.

Berarti dugaannya adalah jawaban apapun yang diberikan oleh kandidat tidak terlalu mempengaruhi pilihan pemilih ya. Tapi lalu bagaimana kondisi HAM sendiri hari ini?

Saya ambil teori Kathryn Sikkink soal spiral model of human right change. Dia melihat perjalanan penerimaan HAM oleh suatu bangsa. Perjalanannya mulai dari fase resesi. Fase ini, kalau di Indonesia ya masa sebelum 1998. Kemudian, masuk ke masa penyangkalan, yaitu ketika ada penolakan-penolakan. Lalu masuk fase technic conversation. Semata-mata untuk pencitraan saja. Oke, kita akan meratifikasi berbagai instrumen, tapi kemudian aplikasinya seperti apa, itu lain soal. Habis itu fase dimana seluruh perangkat sudah ada, tetapi operasionalisasinya tidak dilakukan. Fase yang terkahir, rule of consistance. Ini bagaimana masyarakat akhirnya secara baik dan konsisten mengimplementasikan prinsip-prinsip dominan perlindungan HAM di dalam undang-undang, kebijakan, dan kerja-kerja birokrasi.

Nah, hampir semua para ahli mengatakan Indonesia adalah kasus yang sulit, situasinya tidak jelas. Karena, Indonesia, meskipun sudah meratifikasi dua konvensi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), tapi situasi HAM masih banyak catatan.

Indonesia ditempatkan seperti Kongo, Kenya, dan Maroko. Nah, ini pelik. Kenya punya pengalaman yang hampir mirip dengan Indonesia. Di dalam pemilu Kenya periode sebelumnya, masyarakat digempur dengan berita hoaks, disinformasi, dan rumor melalui sms yang dikirim ke tiap warga. Jadi, kandidat petahana di sana dikalahkan oleh kandidat penantangnya yang memanfaakan Cambridge Analytica yang mengirimkan iklan kampanye yang sifatnya hoaks, fake news, dan rumor ke setiap orang dengan pesan yang berbeda. Pesan-pesan ini kemudian memunculkan saling kecurigaan satu sama lain sehingga ketika kandidat yang satu kalah, terjadi kerusuhan sosial dimana ratusan orang terbunuh di sana.

Nah, situasi di Indonesia hari ini agak mengkhawatirkan jika melihat kasus Kenya. Tapi, apakah kita akan mengulang situasi itu? Semoga saja tidak.

Baik. Tadi Bapak menyebut masih banyak catatan dalam masalah HAM di Indonesia. Apa saja masalah aktual HAM hari ini?

Saya mengidentifikasi dari bacaan umum dan laporan Elsam tahun 2018, ada enam isu aktual. Pertama, isu penyelesaian HAM di masa lalu. Ini sebenarnya isu warisan dari 20 tahun lalu. Hampir semua presiden pasca reformasi semuanya tidak mampu secara konsisten menyelesaikan kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM masa lalu, baik dalam konteks keadilan, pengungakpan kebenaran, maupun pengungakapan siapa pelakunya di pengadilan.

Kedua, isu intoleransi yang berdampak pada kebebasan beragama dan berkeyakinan. Sasaranya adalah kelompok minoritas. Tidak hanya minorirtas agama, tapi juga minoritas yang lain.

Ketiga, isu perlindungan atas hak privasi, khususnya terkiat dengan penggunaan teknologi informasi. Sepertinya ini isu remeh temeh, tapi sebenarnya ini adalah ancaman utama hari ini. Data kita dijual dengan bebas, diakses oleh semua orang, perusahaan, bahkan negara untuk berbagai kepentingan tanpa adanya mekanisme perlindungan yang memadai.

Keempat, isu miskonsepsi dalam kebebasan berekspresi dan berpendapat. Miskonsepsi terjaid di dua level, yaitu level aparatus negara di dalam operasionalisasi, yaitu di dalam pelaksanaan penegakan pasal-pasal terkait perlindungan berekspresi dan berpendapat, dan pada level kelompok-kelompok politik.

Ada beberapa kelompok politik yang selalu mengatakan mereka dipersekusi, dikriminalisasi, dan diancam kebebasan berekspresinya. Tetapi masalahnya, mereka tidak jernih melihat apakah unsur yang mereka ekspresikan memenuhi unsur-unsur kebebasan atau tidak. Jadi, harus dibedakan, mana yang legitimate expression, dan mana yang secara kualifikasi elemen, ekspresi yang tidak dilindungi oleh kebebasan berekspresi. Nah, ini yang seringkali sulit dibedakan, bahkan oleh kepolisian.

Kelima, isu dampak operasi korporasi terhadap HAM. Banyak terjadi pada ekonomi ekstraktif sumber daya alam (SDA). Misal, kasus perizinan tambang, kita melihat tambang Tumpang Pitu di Bayuwangi, ada kriminalisasi terhadap salah aktivis di sana, salah satunya Budi Pego.

Keenam, isu HAM di Papua. Ada masalah kekerasan, kelaparan, ekonomi, dan sebagainya.

Isu-isu ini disinggung oleh kedua paslon di dalma visi-misi mereka?

Saya sudah membaca visi-misi kedua paslon. Untuk Prabowo-Sandi, saya baca visi-misi dia yang baru. Nah, menarik, visi-misi Prabowo-Sandi yang lama tidak secara eksplisit ada frasa HAM. Tapi di visi-misi yang baru, frasa HAM ada.

Saya mau bahas visi-misi Jokowi-Ma’ruf terlebih dulu. Saya mengidentifikasi paling tidak ada lima kateori isu HAM di dalamnya. Pertama, penyelesaian dugaan pelaggaran HAM di masa lalu yang tidak detil langkahnya seperti apa. Kedua, isu perlindungan kelompok rentan yang terdiri atas perempuan, anak, disabilitas, dan kelompok lainnya. Jokowi-Ma’ruf tidak memasukkan hak atas properti dan kepemilikan tanah di bagian HAM.

Ketiga, isu pengarusutamaan HAM. Jokowi ingin memasukkan HAM ke dalam kurikulum pendidikan, baik kurikulum pendidikan umum maupun aparatur negara.

Keempat, isu kebebasan beragama dan berkeyakinan. Isu ini tidak disinggung oleh paslon Prabowo-Sandi.

Kelima, isu koordinasi penegakan dan perlindungan HAM.  Isu hak ekonomi dan budaya. Ini sebetulnya merupakan salah satu unsur dalam HAM, tetapi oleh paslon Jokowi-Ma’ruf ditempatkan di luar HAM. Dia masuk di isu ekonomi, kesjehateraan, pendidikan, dan ketatanegaraan.

Lalu bagaimana dengan visi-misi paslon Prabowo-Sandi?

Kalau tadi Jokowi-Ma’ruf ada lima isu yang saya temukan, pada Prabowo-Sandi saya temukan empat elemen HAM yang disertakan. Pertama, isu kebebasan berpendapat dan berekspresi. Termasuk di dalamnya kebebasan pers dan akademik.

Kedua, isu kebebasan berserikat dan berkumpul. Ketiga, isu persamaan di muka hukum. Menurut saya, ini merespon isu kriminalisasi yang diangap diskriminatif.

Keempat, isu hak politik. Jadi, ada perasaan-perasaan bahwa mereka dicurangi, maka kemudian mereka ingin menegaskan pentingnya pemilu yang adil, baik di pilkada maupun pemilu.

Untuk isu hak ekonomi dan budaya, dia sama dengan paslon Jokowi-Ma’ruf, ditempatkan di luar isu HAM.

Bagimana pendapat Bapak terhadap temuan tersebut?

Pendapat saya ada tiga. Pertama, saya menilai keduanya masih menempatkan HAM sebagai agenda sektor dalam bidang pembangunan hukum. Keduanya belum menjadikan HAM sebagai pilar, paradigma, atau pendekatan untuk seluruh agenda pembangunan. Jadi, benar-benar sektoral.

Kedua, kandidat nomor urut 01, Jokowi-Ma’ruf, kontennya mencoba menjawab persoalan aktual. Dia meyebut kebebasan beragama, pelanggaran HAM di masa lalu, dan isu kelompok rentan. Nah, catatan saya, dari isu-isu itu, mereka tidak secara detail menjelaskan kendala dan hambatan yang dilalui pada periode sebelumnya. Karena kan Jokowi sudah menjanjikan itu di periode lalu. Itu dimasukkan lagi di dalam visi-misi periode sekarang, tapi tidak ada penjelasan kenapa sejak lima tahun lalu belum tercapai.

Ketiga, visi-misi HAM Prabowo-Sandi sebatas merespon isu-isu yang dialami kelompoknya. Isu tentang kebebasan berekspresi dan berpendapat, kriminalisasi ulama, diskriminasi penegakan hukum, pelarangan pertemuan 2019 Ganti Presiden di beberapa tempat, kebebasan berserikat, itu untuk merespon kelompok-kelompoknya. HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) yang dibubarkan, maka responya adalah dengan menjamin kebebasan berserikat. Soal kebebasan pers pun, karena mereka merasa dianaktirikan oleh media. Jadi, secara umum, paslon Prabowo-Sandi belum mencoba menjawab permasalahan HAM aktual secara menyeluruh.