November 28, 2024

Ferry Daud Liando: Jimmy Rimba Kuasai Media di Kota Manado

Narapidana bebas bersyarat kasus korupsi APBD, Jimmy Rimba Rogy kembali menjadi calon Wali Kota Manado setelah Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara pada 8 Desember mengabulkan gugatannya terhadap Komisi Pemilihan Umum. Sebelumnya, Ketua KPU Kota Manado diberhentikan sementara oleh KPU pusat karena menetapkan Jimmy bersama Boby Daud sebagai peserta Pilkada Kota Manado.

Akademisi Universitas Sam Ratulangi, Kota Manado Sulawesi Utara, Ferry Daud Liando berpendapat konteks Kota Manado berpengaruh kuat dengan pencalonan Jimmy. Berikut wawancara rumahpemilu.org (8/12) kepada doktor bidang politik ini:

Nama Jimmy Rimba Rogi terus kuat mempengaruhi dinamika Pilkada Kota Manado, apa ini berarti masyarakat banyak yang ingin memilih Jimmy?

Masyarakat Kota Manado itu bermacam-macam. Jimmy Rimba kuasai media di Kota Manado. Kritik dan komentar yang menolak Imba tidak diakomodir, tidak dimuat.

Bagaimana perkembangan wacana akademisi dan aktivis di sana?

Banyak akademisi dan aktivis menolak Rimba. Tapi sekali lagi, tak banyak diliput media lokal. Tak mau media lokal memuat yang mengkritik Jimmy.

Penolakan Jimmy di pencalonan Pilkada Kota Manado dimulai dari akademisi dan aktivis?

Ya. Teman-teman yang mulai menolak. Tapi justru jadi ramai karena Perludem dan ICW bicara di nasional.

Bagaimana dengan kualitas calon lain?

Sulit juga kita menilai bagusnya. Permasalahannya ada di partai.

Maksudnya?

Meski kita memilih calon, bukan partai, di pilkada, partai tetap berpengaruh kuat dalam pencalonan. Pendaftaran calon dimulai dari partai. Bisa melalui jalur independen, tapi syaratnya tetap berat dan sulit mendapat dukungan karena partai sebagai mesin politik tetap lebih berpengaruh kuat.

Karena pencalonan melalui partai dan kelembagaan partai masih buruk, siapa pun yang mempunyai uang banyak, akan diterima partai. Uang banyak itu sebagai modal politik kuasa agar calon yang kualitasnya tak bagus ini bisa dikenal.

Berarti, pencalonan di pilkada sulit baik jika partai masih buruk?

Perbaikan kelembagaan partai menjadi kunci. Bisa dibayangkan, ada orang berkualitas baik, lalu dia mendaftar ke partai. Kualitas yang baik ini akan dikesampingkan jika ada orang lain yang bisa membayar banyak.

Dengan kualitas calon seperti itu, bagaimana partisipasi pemilih nanti?

Pemilu sebelumnya, partisipasi tinggi. Tapi tinggi di sini belum tentu didasari kesadaran politik yang baik.

Maksudnya?

Tak sedikit warga memilih karena politik uang. Jadi semakin banyak uang semakin banyak yang memilih. Di sini paradoksnya, semakin tinggi irasional masyarakat partisipasi memilih semakin tinggi.

Sosialisasi dan pendidikan pemilih di konteks pembatasan alat peraga ini, bagaimana penilaiannya?

Saya setuju pembatasan alat peraga. Ini relatif adil terhadap calon. Efektivitas alat peraga pun diragukan.

Yang perlu ditambah perbaikanya adalah soal apa yang disampaikan dalam alat peraga, sosialisasi, dan pendidikannya. Saya merasa, soal informasi tahapan dan hal-hal yang sifatnya politik secara mendidik masih kurang. []