“Itu kan khas proporsional tertutup. Yang membuatnya seolah-olah menjadi terbuka hanya karena ada daftar calon saja. Padahal, substansinya tertutup, karena pemilih tidak bisa memilih calon. Jalan tengah yang diambil (terbuka terbatas) nyatanya tetap membuat kehendak mayoritas pemilih terhalangi,†kata Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilu untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz, kepada Rumah Pemilu (24/10).
Selain itu, Masykur mengatakan bahwa sistem pemilu proporsional terbuka terbatas tidak menjawab persoalan yang menyebabkan partai politik lemah dan politik transaksional. RUU Pemilu seharusnya turut memberikan penguatan pada penegakan hukum pemilu dan regulasi prosedur pencalonan yang baik.
‎“Kami harap RUU Pemilu tetap mempertahankan sistem proporsional terbuka suara terbanyak, menyiapkan regulasi penegakan hukum yang kuat, serta mengatur proses pencalonan. Ini perlu dilakukan Pemerintah untuk membangun solidaritas kepartaian demi terciptanya pemilu yang berkualitas,†tegas Masykur.
Ketentuan mengenai sistem proporsional terbuka terbatas tercantum pada Pasal 138 ayat (2) dan (3) RUU Penyelenggaraan Pemilu. Pasal tersebut menyatakan bahwa pemilihan legislatif dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka terbatas, yakni daftar calon yang terbuka dan daftar nomor urut calon yang terikat berdasarkan penetapan parpol.