Polling Center melakukan survei mengenai gambaran dan kecenderungan masyarakat menyikapi Pemilu 2014. Hasil survei menarik karena menggambarkan antusiasme memilih, khususnya pemilihan umum presiden (Pilpres). Ada optimisme partisipasi memilih di sini yang bisa mendorong kerja pemilu lebih bersemangat. Tapi catatannya, calon pemilih menjadikan televisi sebagai sumber informasi pemilu. Berikut wawancara rumahpemilu.org melalui surat elektronik dengan perwakilan Polling Center, Maya Purbo dan Heny Susilowati (10/1).
Kesimpulan survei Polling Center, partisipasi pemilu akan tinggi, rinciannya hasilnya seperti apa?
Survei menemukan, terdapat total 99.5% pemilih DKI Jakarta yang menganggap, pemilihan Presiden penting untuk diadakan (47.8% pemilih berpersepsi positif kuat). Terdapat total 81.7% pemilih DKI Jakarta yang menganggap, pemilihan DPR/DPRD penting diadakan (14.3% pemilih berpersepsi positif kuat).
Terdapat 93,1% pemilih DKI Jakarta akan ikut pemilihan Presiden tanpa mempertimbangkan siapapun calonny (34.1% berkeinginan kuat). Sedangkan pada pemilihan DPR/DPRD dan DPD, terdapat 70.5% pemilih DKI Jakarta mengklaim akan memilih DPR/DPRD dan DPD pada, tanpa mempertimbangkan calon yang mengikuti (8.7% berkeinginan kuat).
88.8% pemilih DKI Jakarta menyatakan, mereka tetap akan mengikuti pemilihan walaupun tak ada kandidat cocok. Ini sejalan temuan, 93.1% pemilih DKI Jakarta mengklaim ingin mengikuti pilpres dan 70.5% pemilih mengklaim ingin mengikuti pemilihan DPR/DPRD, tanpa mempertimbangkan kandidat yang akan maju).
Alasannya kemungkinan angka partisipasi tinggi itu apa?
92.6% pemilih DKI Jakarta sadar, keikutsertaan mereka dalam pemilu/pilkada berpengaruh. Hasil dari pemilu/pilkada tersebut dimaknai satu suara membawa perubahan. 88.9% pemilih DKI Jakarta merasa dirugikan jika mereka tak mengikuti pemilu/pilkada.
Bagaimana dengan kesadaran mendaftar/terdaftar di daftar pemilih?
95.2% pemilih DKI Jakarta merasa, dirinya sudah terdaftar pada Pemilu 2014. 84.5% di antaranya memiliki keyakinan yang kuat mengenai hal tersebut. Hanya 1.7% pemilih yang merasa, dirinya tak/belum terdaftar pada Pemilu 2014 dan 3.0% pemilih lainnya tak tahu mengenai status terdaftarnya nama mereka pada Pemilu 2014.
Angka itu disertai, 87% tak datang untuk memeriksakan namanya pada daftar pemilih. Umumnya mereka mendapatkan informasi keberadaan/ketiadaan nama mereka di daftar pemilih dari pihak lain (54.4%) atau dari stiker daftar pemilih yang ditempel di rumah mereka (33.5%). Bahkan, cukup banyak pula yang keyakinannya didasarkan hanya kepada perkiraan nama mereka pasti terdaftar/tak pada daftar pemilih (12.1%).
Dari mereka (54.4%) yang mendapatkan informasi mengenai keberadaan/ketiadaan nama mereka di daftar pemilih dari pihak lain, 63.9%-nya merasa yakin namanya terdaftar, 13.4% tak tahu ada daftar pemilih yang bisa diperiksa, 9.5% tak tahu tempatnya, 4,9% berasumsi prosesnya akan sulit/rumit, 3.9% tak punya waktu.
Apa dasar Polling Center membagi usia dalam survei? Bagi rumahpemilu.org hal ini penting untuk mengkhususkan bahasan pemilih muda?
Pembagian kelompok usia didasarkan kelompok usia pemilih pemula, pemilih dewasa dan pemilih lanjut usia. Secara umum, responden adalah mereka yang punya hak pilih. Artinya yang berusia minimal 17 tahun pada tahun 2014 atau sudah menikah (atau berusia minimal 16 tahun 5 bulan pada saat pengumpulan data dilakukan di bulan September-Oktober).
Dalam Teknis pengumpulan datanya, pemilihan responden dilakukan secara acak (random). Artinya di awal tak ada pengkuotaan untuk profil demografi tertentu, termasuk usia.
Apa ada pertanyaan yang khusus ditujukan pada pemilih muda?
Pertanyaan mengenai usia juga bersifat open ended. Pertanyaan bukan dalam bentuk rentang atau kelompok usia. Sehingga, berdasarkan data mentah (raw data) kita memiliki data usia yang bukan dalam bentuk rentang atau kelompok usia.
Jika pada laporan akhirnya ditampilkan usia dalam bentuk rentang atau kelompok, hal ini lebih kepada kebutuhan analisa yang disesuaikan konteks pemilu. Jika ada kebutuhan untuk melakukan analisa dengan rentang atau kelompok usia yang berbeda dengan yang sudah kami miliki saat ini, hal tersebut sangat memungkinkan. Catatannya tetap mempertimbangkan ketersediaan contoh (sample) pada rentang/kelompok tertentu. Apakah secara statistik bisa dilakukan analisa.
Berdasar hasil survei, sumber informasi yang paling disukai pemilih DKI Jakarta adalah televisi. Penjelasannya bagaimana?
Survei mencakup informasi terkait kebiasaan mengkonsumsi media. Di mana survei menemukan, televisi masih menjadi media utama bagi sebagian besar pemilih di DKI Jakarta.
Sebanyak 98.7% pemilih menyatakan, mereka menonton televisi secara rutin setiap minggunya. Bahkan 89.8% di antaranya menonton secara rutin dalam setiap harinya. Rutinitas menonton televisi setiap harinya ditemui pada semua kelompok pemilih. Ini tak membedakan antara jender, kelompok usia, tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi.
Sebagai pertimbangan, tujuan survei adalah menyediakan informasi dasar untuk melakukan penilaian terhadap pemahaman, persepsi, dan praktik pemilih saat ini. Ini dilakukan di 6 provinsi Indonesia. Dari sini perubahan mengenai hal tersebut dari waktu ke waktu bisa diukur.
Kami menyediakan data yang mendukung penentuan fokus pemilih, media, pesan, dan geografis. Siapa saja pemilih yang akan disasar,media apa yang akan digunakan (termasuk media sosial), pesan apa yang akan disampaikan, dan geografis yang akan disasar untuk kegiatan informasi pemilih.
Berdasarkan dari komposisi umur di usia muda, seberapa banyak media sosial digunakan, dan seberapa besar pengaruhnya terhadap isu pemilu?Â
Jumlah sampel responden pemilih pemula (16-20 tahun) kurang dari 30 responden. Jumlah ini tak memungkinkan untuk dilakukan analisa pemilih pemula terkait frekuensi pemilih dalam mengkonsumsi media internet (dan oleh karena itu media sosial).
29.3% responden pemilih muda (21-30 tahun) mengkonsumsi media internet setiap hari. 46.5% menggunakan media sosisal.
Bagaimana dengan keterpilihan caleg perempuan?
Memang ada dari survei ini yang terkait preferensi pemilih terhadap calon DPR berdasarkan jender. Hanya 2,4 persen responden yang lebih percaya pada calon perempuan dibandingkan dengan calon laki-laki. Polling Center melihat hal ini. Kita ketahui DPR telah menerapkan kuota 30 persen bagi calon perempuan. []