Jumlah inkumben anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang terpilih terus meningkat di setiap pemilu. Pada 2009, tingkat keterpilihan inkumben ialah 25,2 persen. 2014, angka bertambah menjadi 38,2 persen. Lalu naik kembali pada 2019 dengan 47 persen, dan di 2024, 56,4 persen caleg terpilih merupakan inkumben.
“Jadi, dengan situasi seperti ini, tentu menyulitkan bagi non-inkumben untuk bisa bertarung. Apalagi non-inkumben harus berhadapan dengan dinasti politik, kesulitan pembiayaan politik, juga kompetisi yang ketat di partai politik,” tutur Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Arya Fernandes, pada acara “Peluncuran Dashboard ‘Parlemen Kita’ dan Talkshow Anggota Legislatif Muda Terpilih”, di Hotel Mulia Senayan, Rabu (24/4/2024).
Mengomentari hal tersebut, calon anggota legislatif (caleg) terpilih non-inkumben dari Partai Golongan Karya (Golkar) daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur V, Ahmad Irawan mengatakan, bahwa salah satu strategi yang bisa dilakukan ialah cermat memilih dapil. Ahmad memilih dapil dengan suara anggota legislatif inkumben yang menurun selama dua pemilu.
“Kalau dua pemilu terakhir suara inkumben turun, dapil itu bagus untuk dimasuki. Karena gak mungkin kita bisa megalahkan inkumben, kalau grafik pertumbuhan suaranya naik terus,” ujar Ahmad pada acara yang sama.
Ahmad mengakui memang tidak mudah berkontestasi melawan inkumben dan tidak memiliki hubungan kerabat dengan elit partai. Inkumben dan keberadaan anggota keluarga di dalam partai memberikan keuntungan berupa proteksi suara caleg di partai yang sama.
“Memang gak mudah bagi kita yang non-dinasti politik. Minimum proteksi politik pada saat kita bekerja di lapangan. Kalua kita punya bapak, ibu, om, atau anak kepala daerah, inkumben, minimum struktur partai gak gangguin. Karena yang paling keras itu sebenarnya kompetisi internal,” kata Ahmad.
Strategi sukses lolos ke parlemen lainnya diungkapkan oleh caleg terpilih Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dapil Jawa Timur IV, Kawendra Lukistian. Berproses lama di partai, memilih mentor politik yang dapat memberikan ruang untuk berkembang, serta terlibat aktif di berbagai organisasi kepemudaan menjadi jalan sukses Kawendra. Jaringan kelompok muda tempatnya beraktivitas mampu digerakkan untuk memenangkan kompetisi ketat.
“Kita harus bisa meng-grab kekuatan-kekuatan muda. Saya di dapil Jawa Timur 4. Dari hampir 80 orang tim kampanye, mayoritas usianya di bawah 25 tahun,” kata Kawendra.
Lain cerita dengan Ahmad Irawan dan Kawendra, caleg terpilih Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dapil Jawa Barat VI, Muhammad Kholid mendapatkan keuntungan dari afirmasi yang diberlakukan partainya. PKS menerapkan afirmasi kuota 30 persen bagi kader muda partai di bawah usia 40 tahun untuk masuk daftar calon tetap (DPT) DPR RI. PKS juga menempatkan kader-kader muda potensial di nomor urut atas di dapil-dapil dengan basis massa partai yang besar. Afirmasi inilah yang mengantarkan kader-kader muda ke parlemen hasil Pemilu 2024.
“Kalau tidak ada afirmasi seperti ini, untuk bisa compete secara fair dengan inkumben yang punya resources dari parlemen cukup banyak, akan susah. Saya di dapil Jawa Barat 6, Depok Bekasi. Ini salah satu basis PKS. Saya ditaruh di nomor urut 2. Nomor 1-nya inkumben karena dia adalah bendahara umum partai,” kisah Kholid. []