Keinginan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menambahkan kursi melalui undang-undang pemilu dinilai tak menjawab permasalahan representatif. Selama ini DPR tak representatif karena total kursi 560 tak dialokasi secara representatif dan keterpilihan dewan tak disertai sifat kerja yang aspiratif.
“Kursi DPR saat ini dari tiap provinsinya tak representatif. Kursi Sumatera Barat mustinya dapat 11 malah dapat 14,” kata direktur eksekutif Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari dalam diskusi di kantor Indonesia Corruption Watch, Jakarta Selatan (29/5).
Ferri mengingatkan aspek jumlah penduduk dan kesesuaian jumlah kursi tiap provinsinya di tengah kependudukan Indonesia yang makin membaur. Suku Jawa sudah banyak di provinsi lain dan relatif merata pun begitu dengan Suku Minang.
Peneliti bidang korupsi politik ICW, Almas Sjafrina menambahkan, DPR akan semakin tak representatif jika sistem pemilu diubah menjadi proporsional tertutup. Padahal sistem proporsional terbuka bisa menguatkan representasi konstituen terhadap dewan terpilih.
“Representasi DPR harusnya dikuatkan dengan bagaimana menambah keterikatan dewan terpilih terhadap masyarakat sebagai pemilih, bukan dengan menambah kursi,” kata Almas. []