Komisi Pemilihan Umum pada Pilkada 2020 mengubah teknologi sistem informasi rekapitulasi suara elektronik. Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) yang digunakan pada Pilkada 2015, 2017, 2018, dan Pemilu 2019 diganti dengan Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap). Bukan hanya pergantian nama, Sirekap mengubah cara rekapitulasi. Dibanding Situng yang mengunggah hasil suara tidak langsung dari TPS, Sirekap mencoba pengunggahan hasil suara langsung dari TPS agar hasil pemilu lebih cepat diketahui.
Tapi ternyata Sirekap Pilkada 2020 lebih lambat dari Situng pada pilkada serentak sebelumnya. Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Ferry Kurnia Rizkiyansyah yang juga anggota KPU 2012-2017 coba menjelaskan pandangannya mengenai evaluasi Sirekap (31/12).
Secara prinsipil apa perbedaan Situng dengan Sirekap?
Sirekap punya lima fungsi: Pertama, membaca perolehan suara di tingkat TPS. Kedua, sarana mentabulasikan perolehan suara di setiap tingkatan rekapitulasi. Ketiga, sarana mengirimkan perolehan suara di setiap tingkatan mulai dari KPPS ke PPK, PPK ke Kabupaten/Kota, hingga Kabupaten/Kota ke Provinsi. Keempat, untuk mempublikasikan perolehan suara. Dan, kelima, tentunya sebagai alat kontrol serta untuk memotong mata rantai manipulasi rekapitulasi suara yang terjadi secara berjenjang.
Bagaimana realitas implementasi Sirekap?
Sayangnya pada realitasnya, Sirekap yang digunakan pada pemungutan dan penghitungan suara Pilkada 2020 tak mampu berjalan secara ideal sesuai dengan tujuannya.
Konkretnya masalahnya apa?
Satu hari setelah pemungutan dan penghitungan suara, hasil unggahan Sirekap hanya mencapai 52,8%. Angka ini jauh di bawah target KPU. KPU menargetkan 90%. Baru pada 14 Desember 2020, unggahan mencapai 82,19%. Dari 9 Desember ke 14 Desember dan itu pun belum mencapai 90%.
Kendalanya bukan hanya karena ketiadaan jaringan internet. Ada TPS dengan jaringan internet yang memadai tapi tak bisa mengakses Sirekap.
Selain itu, ketika memfoto formulir C.Hasil-KWK, para anggota KPPS harus memfoto ulang berkali-kali. Sebab, Sirekap terus tak bisa membaca angka-angka yang tertuang pada formulir C.Hasil-KWK. Di kasus lain, ada anggota KPPS berhasil memfoto dan Sirekap mampu membaca hasil dengan baik tetapi tidak bisa mengunggahnya ke pusat data.
Fungsi Sirekap sebagai penyampai informasi dan pemantauan bagaimana?
Portal pilkada2020.kpu.go.id sayangnya sulit diakses pada waktu penghitungan suara pada 9 Desember. Padahal Sirekap bertujuan salah satunya untuk mempublikasikan hasil pemilu secara mudah, terbuka, dan real time. Lalu pada 11 Desember di tingkat Kecamatan, tindak lanjut Sirekap manual pun sulit melakukan pengunggahan ke pusat data.
Rekomendasi selanjutnya bagaimana?
Yang harus diingat, kebutuhan Sirekap tak hanya untuk Pilkada 2020. Perbaikan Sirekap penting untuk pemilu berikutnya. Pada 2024 ada pemilu legisatif dan presiden juga pilkada seluruh daerah se-Indonesia. Penting membuat persiapan dan timeline umum untuk rencana penerapan Sirekap di pemilu mendatang. []