Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) menjadi satu-satunya fraksi yang tak setuju mempermanenkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Malah, FPDIP berpendapat KPU Kabupaten/Kota adhoc, Bawaslu RI-Kabupaten/Kota adhoc (sementara atau hanya di tahun pemilu).
“KPU permanen sampai provinsi. Tapi kalau Bawaslu itu adhoc dari nasional sampai kabupaten/kota,” kata perwakilan FPDIP, Arif Wibowo dalam pertemuan DPR dan Kementerian wakil Pemerintah dalam pembahasan undang-undang pemilu di DPR, Jakarta (23/5).
Arif merujuk pada original intent perumusan pasal penyelenggara pemilu dalam amandemen Undang-undang Dasar 1945. Menurutnya, dalam Pasal 22E Ayat (5), yang dimaksud “komisi pemilihan umum yang bersifat nasional tetap dan mandiri” adalah KPU.
“Tak ada pembahasan konstitusi saat itu mengenai Bawaslu. Pemahamannya, pemilu diawasi oleh partai politik sebagai peserta pemilu dan partisipasi masyarakat,” kata Arif.
Selain itu, Arif mengingatkan, tata lembaga penyelenggara pemilu makin disederhanakan melalui jadwal pemilu. Pemilu serentak yang regulasinya berdasar undang-undang pemilu yang sedang dirumuskan ini dengan sendirinya menyatukan pemilu nasional. Dan, di dalam undang-undang pilkada, sudah diatur jadwal pilkada 2024 dan seterusnya, semua provinsi dan kabupaten/kota menyelenggarakan pilkada hanya dalam satu tahun.
“Nanti di 2024, pemilu nasional dan pilkada diselenggarakan dalam satu tahun. Jika permanen, tiga tahun penyelenggara pemilu makin gaji buta,” kata Arif. []