Undang-undang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (Pilkada) telah mengamanatkan pelaksanaan pilkada jatuh pada Desember 2015. Akan ada 272 daerah yang ikut dalam pesta demokrasi ini yang Akhir Masa Jabatan kepala daerahnya tahun 2015 dan semester pertama 2016. Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara dan penanggungjawab pelaksanaan ini tentu harus beradu dengan waktu menyiapkan aturan dan pelaksanaan teknis lain.
Dari segi waktu, KPU hanya punya empat bulan dalam mematangkan peraturan dan mensosialisasikannya. Juni atau Juli tahapan sudah harus dijalankan. Perlu juga diketahui bahwa Desember dikenal dengan cuaca buruk hampir di seluruh daerah. Selain itu, umat Nasrani juga melakukan natal di Desember.
Tentu hal ini menjadi tantangan bagi kesiapan KPU untuk bisa menyelenggarakan Pilkada dengan sukses. Lantas sejauh apa KPU mengantisipasi tantangan pelaksanaan Pilkada. Dan bagaimana kesiapan KPU untuk Pilkada 2015. Untuk itu, jurnalis rumahpemilu.org, Debora Blandina melakukan wawancara dengan Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay di kesekretariatan KPU, Jakarta Pusat (25/2).
Saat ini apa yang menjadi prioritas KPU?
Sebagian draf PKPU sudah dibuat, sehingga kita harus periksa kembali. Kita ingin mengubah 10 PKPU yang telah dibuat sebelum UU Pilkada disahkan. Kita periksa kembali dengan menyesuaikan terhadap UU. Rencananya akan kelar di akhir Maret atau awal April. PKPU pertama yang ingin diselesaikan itu tentang tahapan, program dan jadwal. Sesudah itu PKPU yang lain menyesuaikan dengan tahapan. Tapi kami rencanakan sebelum tahapan penyelenggaraan dimulai, kesepuluh itu sudah keluar. Kami juga akan tetapkan melalui proses konsultasi dengan berbagai pihak dan ini juga harus menyesuaikan dengan jadwal anggota dewan yang sedang reses.
Apakah peraturan untuk isu-isu baru, seperti misalnya dalam hal kampanye juga menjadi prioritas?
Iya tentu untuk isu baru kita sesuaikan perubahannya. Kalau kampanye sudah ada PKPU-nya, namun draftnya sudah selesai dan harus menyesuaikan dengan perubahan. Selain itu kita juga menyesuaikan lagi misalnya istilah kepala daerah berubah menjadi pasangan calon. Mungkin dalam kampanye tidak terlalu banyak perubahan dibanding PKPU pencalonan, program dan jadwal, penetapan calon terpilih, dan penghitungan. Selain itu istilah penetapan dengan satu putaran saja. Jadi kadar perubahan berbeda-beda.
Tapi kami sudah buat jadwal paralel di kantor untuk diperbaiki dan disesuaikan. Awal April sudah selesai dan disosialisasikan. Juni atau Juli pilkada serentak diupayakan sudah mulai tahapan.
Apakah cukup waktu untuk sosialisasi hanya dua bulan?
Gak ada pilihan, cukup atau tidak UU mengatakan tahap pertama Desember 2015. Kemudian kapan UU ini selesai? Perubahan itu selesai baru di 18 Februari di Senayan. Nomor UU-nya belum ditetapkan presiden. Kami tak bisa kutip itu sebelum disahkan, jadi tak ada pilihan.
Kalau efektifnya sosialisasi aturan itu berapa lama?
Saya tak tahu berapa lama waktu efektif itu. Kalau penyelenggara sendiri yang sosialisasi harus masif dan dibutuhkan biaya besar. Tapi kita akan terbantu jika sosialisasi juga dilakukan bersama pemerintah, masyarakat sipil, dan media.
Bagaimana skenario hari pemungutan suara?
Kita tetapkan pemungutan suara akan dilakukan di awal. Skenario didiskusi kita ada tanggal 2 atau 9, preferensi kita tanggal 2. Seperti dalam pileg dan pilpres kita ingin hari Rabu. Ini hari yang tepat karena berada di pertengahan minggu. Kalau kita buat di akhir maka akan terkena weekend. Kalau di tengah jadinya libur kejepit. Kalau awal minggu nanti weekend-nya kepanjangan. Tapi intinya tetap kami ingin lebih awal.
Namun saya juga baru dapat info kalau tanggal 2 ada libur lokal di Bali. Hal seperti ini juga harus diperhatikan, jangan sampai gara-gara memilih tanggal partisipasinya tidak maksimal. Tanggal 2 dan 9 bisa jadi berubah. Tapi kami berusaha di awal biar proses rekapitulasi bisa selesai sebelum hari Natal.
Lalu bagaimana dengan daerah yang belum terbentuk KPU nya seperti Daerah Otonomi Baru?
Kita punya aturan juga karena pembentukan KPU prosesnya tidak mudah. Sebelum KPU dibentuk, harus ada pembentukan sekretariat. Untuk pembentukan sekretariat juga harus ada polres dan kejaksaan.
Kalau aturan kami, Pilkada prinsipnya dilaksanakan KPU setempat. Tapi jika belum terbentuk dengan alasan belum cukup waktu atau beberapa syarat belum terpenuhi, bisa dilakukan KPU induknya sepanjang tidak melakukan pemilihan. Namun jika KPU induk juga sedang melakulan pemilihan, diserahkan ke KPU Provinsi dengan syarat yang sama. Kita punya prosedur dan SOP untuk siapa pelaksana. Namun kami berupaya keras supaya terbentuk di semua tempat itu. Ini sedang kami upayakan.
Ini pilkada serentak. Apa berkecenderungan lebih tinggi untuk terjadi konflik?
Apa bedanya sama pemilu yang kita adakan seluruhnya di Indonesia dengan baik. 272 dilaksanakan itu sama saja dengan hampir separuhnya. Kita tetap antisipasi dan melihat persoalan. Semua pihak bekerja dan berkosentrasi. Pilkada justru bisa lebih ditangani. Semua orang akan konsen kesana dan pihak keamanan akan menyiapkan semua. Semua harus bekerja memahami potensi keamanan ini, pastikan aparat terbuka, adil, netral, dan seterusnya. Ya intinya seperti yang saya sampaikan tadi, KPU berusaha melakukan tindakan preventif. []