August 8, 2024

Hetifah Sjaifudian: Perempuan Perlu Kedepankan Persamaan, Jangan Pertajam Perbedaan Sistem Tertutup/Terbuka

Upaya peningkatan keterwakilan perempuan seperti menghadapi persimpangan jalan pilihan sistem pemilu. Perempuan di parlemen cenderung memilih sistem pemilu proprosional daftar partai (tertutup). Sedangkan perempuan masyarakat sipil memilih sistem pemilu proporsional daftar calon (terbuka). Dalam diskusi “Menyoal Keterwakilan Perempuan dalam Kodifikasi UU Pemilu” di Pasar Minggu, Jakarta Selatan (28/6) yang diselenggarakan Koalisi Perempuan Indonesia, Anggota Komisi II DPR, Hetifah Sjaifudian berupaya aktif menghubungkan perbedaan itu.

Hetifah berposisi penting dalam pembahasan keterwakilan perempuan dan sistem pemilu. Perempuan dewan Fraksi Partai Golongan Karya ini menjabat di Senayan melalui pergantian antar waktu (PAW) sebagai tanda tautan antara elektabilitas dan poros elite partai. Berikut penjelasan dewan yang mewakili daerah pemilihan Kalimantan Timur kepada rumahpemilu.org:

Apa pendapat anda mengenai perbedaan pilihan sistem pemilu kalangan politisi dan aktivis perempuan, proporsional terbuka atau tertutup?

Saya berpendapat perempuan perlu mengedepankan persamaan. Jangan pertajam perbedaan apakah sistem tertutup atau terbuka. Dengan terus memahami prinsip dan tujuan keterwakilan perempuan di politik diharapkan tercipta kesolidan perempuan yang lebih kuat.

Bagaimana caranya?

Dengan pertemuan yang lebih intens antara perempuan parlemen dengan perempuan CSO (civil society organitation). Perempuan di parlemen cenderung memilih sistem pemilu proprosional daftar tertutup. Sedangkan perempuan masyarakat sipil memilih sistem pemilu proporsional daftar terbuka. Saya sendiri bisa memfasilitasi dan mengupayakan pertemuan-pertemuan antarkeduanya.

Anda sendiri ada di pilihan sistem yang mana?

Bisa dibilang saya korban dari sistem yang kemarin (2014). Sama seperti Eva (Sundari, PDIP). Tapi menjadi lebih baik kalau kita memulai pilihan sistem pemilu dengan kajian dan diskusi yang lebih deliberatif. Ada data dan perbandingan dari berbagai negara.

Prospek kodifikasi undang-undang pemilu sendiri seperti apa?

Kodifikasi undang-undang pemilu kabar baiknya sudah diakui di kalangan anggota dewan. Mereka tahu ada inisiatif masyarakat sipil merekomendasikan naskah akademis dan rancangan undang-undang pemilu. Tinggal gagasan-gagasan briliannya yang terus disampaikan secara intensif. Termasuk soal keterwakilan perempuan.

Perempuan dewan di Komisi II DPR bagaimana menyikapi undang-undang pemilu?

Kami hanya bertiga di Komisi II. Selain saya, ada Ibu Ammy (Amalia Fatma Surya) dari PAN, juga ada Ibu Diah (Pitaloka) dari PDIP. Kami terus berupaya mengpengaruhi. []