November 15, 2024

Kholilullah P.: Noken Banyak Hadirkan Masalah, Dibutuhkan Aturan Komprehensif

Pilkada 2015 di 269 daerah di antaranya diselenggarakan di kabupaten/kota Provinsi Papua Barat dan Papua. Merujuk daftar daerah penyelenggaraan Pilkada 2015 dan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai praktik pemilihan cara Noken masih berlangsung di Kabupaten Yahukimo.

Perkumpulan untuk Pemilu Demokrasi (Perludem) coba mengkaji apa dampak yang muncul dengan penggunaan Noken di konteks Pilkada 2015. Kajian ini, sekaligus dorongan kepada KPU agar mengeluarkan aturan yang komprensif sebab aturan yang ada belum memadai. Berikut wawancara Jurnalis rumahpemilu.org, Debora Blandina S. dengan peneliti Perludem, Kholilullah P. di Jakarta (19/11).

KPU Provinsi Papua ada mengatur penggunaan Noken dalam bentuk petunjuk teknis, apa itu belum cukup?

Mekanisme yang diatur hanya tahap pemungutan dan penghitungan suara, tetapi tahapan khusus seperti persyaratan verifikasi bakal calon oleh Majelis Rakyat Papua untuk menjadi pasangan calon atau tahapan musyawarah dalam bentuk pesta bakar batu belum dijangkau.

Harus ada formulir khusus yang dapat menjustifikasi pilihan kelompok/suku tertentu. Dalam hal Pilkada Provinsi Papua, harus ada integritas antara keputusan MRP dengan keputusan KPU Papua ke dalam Peraturan KPU dalam hal verifikasi calon/paslon sebagai orang asli Papua.

Apakah praktek Noken di lapangan bukan hanya soal teknis pemungutan dan penghitungan suara, sehingga perlu diatur lebih jauh?

Praktek pelaksanaan sistem noken tidak semata hanya sebagai pengganti kotak suara dengan sistem pemungutan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam aturan perundang-undangan. Namun dalam sistem noken melekat mekanisme pemungutan suara yang berbeda, yaitu “kesepakatan warga” atau “aklamasi.

Sebelum dilakukan pemungutan suara dengan sistem noken, ada proses-proses yang harus dilewati. Misalnya, masyarakat bersama kepala suku selalu mengawali dengan proses bakar batu untuk menentukan pilihan suara terhadap calon atau partai mana. Pilihan itu harusnya bisa didokumentasikan sehingga mencegah konflik ketika pada penghitungan suara, dukungan masyarakat ternyata dialihkan kepada calon lain.

Selama ini pemilu atau pilkada dengan sistem noken selalu berakhir di MK karena seorang calon mengklaim suara kelompok tertentu merupakan hak yang bersangkutan di saat calon lain melakukan klaim yang sama. Makanya diperlukan pengaturan yang lebih jauh.

Dampak seperti apa yang pernah muncul dengan penggunaan sistem noken dalam pemilu/pilkada?

Hasil penetapan calon banyak berakhir di MK dan hasil putusan MK tersebut sering tidak diterima. Faktor utama yang menjustifikasi penolakan terhadap putusan MK, umumnya terjadi karena perdebatan terhadap sistem noken. Satu pihak mengklaim bahwa seharusnya yang bersangkutan mendapatkan sejumlah suara dari dari kelompok/suku tertentu yang malah dicatat sebagai perolehan suara bagi pihak lawan politik.

Lazimnya pihak yang kalah mengorganisir massanya untuk mengintimidasi maupun mengintervensi hasil. Mobilisasi massa ini yang umumnya tidak dapat dikendalikan dan menghadirkan tindakan-tindakan kerusuhan dan kekerasan. Kepolisian sering tidak dapat mencegah.

Menurut Anda, sistem noken bertentangan dengan prinsip pemilu?

Secara sadar, sistem noken harus diakui bertentangan dengan prinsip pemilu berdasarkan Pasal 22E Ayat(1) UUD 1945. Prinsip pemilu yang sering menjadi komoditi kampanye oleh para pihak di Papua yaitu LUBET (Langsung, Umum, Bebas, dan Terbuka). Berbeda dengan prinsip umum yang telah ditetapkan oleh konstitusi, yaitu LUBER (Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia).

Dalam sistem noken, baik kehendak kepala suku, kehendak orang-orang kuat, atau kehendak mayoritas, harus menjadi pilihan bersama. Dan setiap individu harus mengikutinya tanpa dapat memilih pilihan yang berbeda.

Namun demikian, beberapa putsuan MK lebih mengedepankan pemaknaan demokratis dan perlindungan atas hak-hak masyarakat akan hukum adat terhadap sistem noken. Pada akhirnya, sistem noken tetap berlaku sepanjang hanya diterapkan pada daerah yang sudah dan sedang menerapkannya. Tidak untuk daerah baru atau ingin menerapkannya di masa yang akan datang.

Bagaimana proyeksi penggunaan noken di Papua dari tahun ke tahun?

Sejak tahun 2004-2009 penerapan sistem noken di pegunungan tengah Papua cenderung menurun, kendati belum signifikan. Sistem ini banyak dipraktekkan oleh masyarakat wilayah Pegunungan sebagai alat pengganti kotak suara dalam Pemilu maupun Pilkada sejak tahun 1971.

Dalam pilkada serentak 2015, berapa daerah yang berpotensi menggunakan Noken?  

Pilkada Serentak 2015 di Papua, sistem noken hanya akan diikuti oleh Kabupaten Yahukimo. Sedangkan pada gelombang ke-2, tahun 2017, pikada serentak dengan sistem noken hanya dilakukan di 6 kabupaten/kota dan gelombang ke-3 pilkada serentak berpotensi diterapkan di 6 kabupaten/kota.

Total wilayah yang masih dan berpotensi menggunakan sistem noken adalah 13 kabupaten/kota.

Apa rekomendasi Anda kepada KPU, mengingat masih ada 13 daerah yang berpotensi menggunakan noken?

Kesimpulan yang dapat dipetik dari keseluruhan pengalaman pelaksanaannya, sistem noken mempengaruhi tahapan pemungutan dan penghitungan suara, baik secara prinsip maupun prosedural. Tahapan pendaftaran pemilih juga dipengaruhi sehingga KPU perlu memastikan proses pendaftaran pemilih dilakukan dengan benar dan melakukan inovasi khusus

Pilkada Papua dan Sistem Noken dimulai dengan tahapan khusus yang berbeda dari tahapan sebagaimana yang telah ditetapkan dengan aturan perundang-undangan.  Maka KPU RI perlu mengatur penggunaan sistem noken melalui Peraturan KPU secara komprehensif. KPU RI juga perlu melakukan identifikasi daerah-daerah yang menggunakan sistem noken dalam pemilu/pilkada secara rinci dan terverifikasi.

Sistem noken membuka banyak celah-celah permasalahan yang mempertaruhkan integritas pemilu/pilkada. Pemerintah bersama pihak KPU dan pihak keamanan perlu mengantisipasi sumber pemicu konflik. []