Transparency International Indonesia (TII) telah merilis Survei Integritas Anak Muda 2012 pada Mei 2013 lalu. Survei yang diselenggarakan pada Juli – Desember 2012 itu untuk melihat pandangan pemuda di Jakarta berusia 16 – 30 tahun tentang integritas dan antikorupsi.
Hasil yang didapat menunjukan angin segar. Sebanyak 68% – 78% dari 1012 pemuda yang disurvei setuju berperilaku jujur dan berintegritas untuk mencapai kesuksesan. Dalam konteks pemilu, integritas itu kemudian bisa diuji dengan politik uang di dalam pemilu.
Berikut ini wawancara jurnalis rumahpemilu.org, Heru Suprapto dengan Lia Toriana, Koordinator Youth Program TII di kantornya, Rabu (18/12). Lia memaparkan hubungan antara integritas antikorupsi dengan partisipasi pemuda di pemilu, terutama pemilih mula.
Bisa ceritakan singkat soal Survei Integritas Anak Muda TII ini?
Survei dilakukan untuk mengukur integritas pemuda dan antikorupsi di Jakarta. Tujuannya untuk memperoleh base line survey yang dijadikan dasar bagi penyusunan program dan perumusan strategi gerakan antikorupsi bagi pemuda.
Survei itu untuk mengetahui pemahaman konsep integritas, kesadaran atas situasi terjadinya korupsi, dan mengenali aktor yang paling mempengaruhi nilai dan perilaku pemuda.
Bagaimana hasilnya?
Hasilnya mengejutkan. Sebanyak 68% – 78% dari 1012 pemuda di Jakarta memiliki integritas. Sementara itu, di atas 90% pemuda setuju korupsi merupakan masalah dan merugikan dirinya sendiri.
Namun, di sisi lain ancaman permisivitas masih tinggi. Pemuda kesulitan bersikap tegas antikorupsi ketika situasi itu dihadapkan langsung pada dirinya. Mereka enggan melaporkan kasus korupsi di sekitar mereka.
Hal itu terjadi karena setiap hari mereka dihadapkan pada situasi terjadinya korupsi. Di lingkungan pendidikan, beberapa oknum melakukan pungutan liar. Begitu pun di masyarakat. Terlebih saat mereka berhadapan dengan birokrat dan aparat keamanan, seperti polisi saat menilang di jalan.
Bagaimana relevansi survei ini dengan pemilu?
Relevansinya bisa diletakkan pada masalah politik uang di dalam pemilu. Contoh kecil saja, banyak peserta pemilu mempengaruhi pemilih pemula dengan pemberian uang, bahan makanan pokok, bahkan pulsa. Lebih dari itu, di suatu tempat terjadi transaksi jual beli suara.
Sangat mungkin pemuda mengambil tawaran itu mengingat pemenuhan kebutuhan dan pendidikan politik yang kurang. Selama ini, jaring edukasi politik untuk pemuda sangat kurang. Padahal, hasil survei menunjukan, mereka menyadari punya peran dalam pembangunan demokrasi.
Mereka tak berani melaporkan politik uang di masyarakat karena pertama, menurut mereka tidak efektif. Mereka merasa tidak percaya diri. Kedua, korupsi bukan urusan mereka, tetapi urusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sedangkan, pemilu urusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Hal itu terjadi karena pendidikan di sekolah dari tingkat dasar sampai tingkat tinggi tak memberikan kesempatan pemuda mengutarakan ekspresinya secara ril dan penuh. Selalu ada instruksi, kalimat perintah.
Apa contoh konkret dalam pemilu?
KPU membuat Relawan Demokrasi. Sedangkan, Bawaslu membuat Gerakan Sejuta Relawan. Generasi muda diajak pemilu hanya untuk mengikuti selebrasi teknis untuk memilih saja. Tak ada program pendidikan politik dari tahun pertama sampai kelima, jauh sebelum masa pemilu. Mereka tak mendapatkan itu dari penyelenggara pemilu dan partai.
Bagaimana partisipasi politik pemuda di dalam pemilu ini?
Secara ideal partisipasi politik pemuda sangat penting. Kami belum berani bilang partisipasi anak muda menurun. Soal golput kita perlu pertanyakan lagi, apa golput lebih banyak berasal dari anak muda atau orang tua. Kami belum yakin anak muda berkontribusi besar dalam jumlah golput.
Padahal, potensi partisipasi anak muda di pemilu besar sekali. Ada 59,6 juta pemilih pemula. 30-an persen dari total daftar pemilih tetap.
Umumnya pemuda suka dengan pengalaman pertama. Hari pertama di sekolah. Pertama kuliah. Kencan pertama. Pemuda selalu antusias pada hal yang pertama kali. Juga begitu dengan kesempatan pertama memilih di pemilu. Sayang jika antusiasme tinggi pemuda tak disertai pemahaman untuk bisa menghasilkan pemerintahan terpilih yang lebih bersih.
Idealnya pemuda antusias memilih dan menolak politik uang. Hasil survei TII menyimpulkan integritas pemuda lebih tinggi dibandingkan integritas orang tua (di atas 30 tahun). Memang bukan hal yang sama antara integritas dengan antipolitik uang di pemilu. TII belum ada survei yang langsung mengaitkan integritas bertingkatan penolakan politik uang.
Bagaimana mendekatkan dan meluaskan isu pemilu ke masyarakat sebagaimana dilakukan gerakan antikorupsi?
Kita bisa melakukan voter education ke kampus-kampus. Selain itu, kita berjejaring dengan banyak pihak termasuk lembaga masyarakat dengan isu yang berbeda seperti gerakan antikorupsi, hak asasi manusia, perempuan, lingkungan, dan lain-lain.
Gerakan antikorupsi bisa mengambil peran di dalam transparansi anggaran dana kampanye dan partai politik. Gerakan pemantau pemilu bisa menyediakan track, gerakan antikorupsi bisa membuat analisis transaksi keuangan kampanye dan partai politik. [HS]