September 13, 2024

M Afifuddin: Pemilu Akses Bukan Mengistimewakan Disabilitas

Penyandang disabilitas tidak pernah meminta untuk diistimewakan dalam pemilu. Sudah menjadi kewajiban negara menjamin semua masyarakat, yang berhak memberikan suaranya, bisa dengan mudah menggunakan haknya.

Sejak Pemilu 2014, istilah Pemilu Akses mulai didengungkan pegiat pemilu dan organisasi penyandang disabilitas untuk mendorong penyelenggaraan pemilu yang aksesibel bagi semua masyarakat. Tetapi istilah ini belum begitu dipahami masyarakat. Dilihat dari data hasil evaluasi pemilu, pemilu yang akses belum sepenuhnya terpenuhi. Untuk lebih memahami Pemilu Akses, berikut wawancara Jurnalis rumahpemilu.org, Debora Blandina, dengan pegiat pemilu, M. Afifuddin.

Apa yang dimaksud dengan Pemilu Skses?

Pemilu akses menyediakan fasilitas untuk penyandang disabilitas dan pemilu yang bebas dari diskriminasi atau hambatan lainnya dalam menjamin partisipasi politik secara penuh.

Syarat Pemilu yang akses itu seperti apa?

Tahapan siklus pemilu dan bagaimana setiap tahapan bisa dibuat menjadi lebih aksesibel bagi penyandang disabilitas. Pemilu Akses mensyaratkan TPS yang memenuhi prinsip-prinsip aksesibiltas seperti harus bisa dicapai pemilih dengan mudah, jalan menuju TPS tidak boleh licin, TPS cukup besar untuk memungkinkan kemudahan bergerak, dan kotak suara harus ditempatkan di suatu tempat sehingga mudah dicapai oleh pemilih dengan beragam tinggi badan dan kondisi fisik.

Petugas pemilu dan petugas TPS harus sopan dan paham mengenai cara mendukung hak-hak penyandang disabilitas untuk memberikan hak suara. Template Braille harus disediakan untuk mereka dengan penglihatan terbatas atau penyandang disabilitas netra.

Sejauh mana Pemilu Akses ini sudah dipenuhi oleh penyelenggara?

Di satu sisi, aksesibilitas TPS untuk penyandang disabilitas mengalami peningkatan dibanding dengan pemilu sebelumnya. KPPS juga mengalami peningkatan pengetahuan tentang kebutuhan khusus penyandang disabilitas. Sebagian besar pemilih juga mengatakan KPPS sudah cukup membantu.

Akan tetapi, masih banyak hal yang perlu dilakukan agar pemilu Indonesia aksesibel untuk semua orang dengan hak pilih dan dengan kondisi fisik yang berbeda-beda. Meski beragam peraturan mewajibkan KPU memilih lokasi yang aksesibel untuk TPS, masih banyak hambatan fisik seperti adanya tangga sehingga menyulitkan penyandang disabilitas fisik. Sekitar 35 persen TPS gagal menerapkan peraturan menyediakan template braille untuk penyandang disabilitas netra.

Apakah pembuatan TPS khusus termasuk sebagai salah satu bentuk mendukung Pemilu Akses?

Penyandang disabilitas tidak pernah meminta agar diperlakukan istimewa dan secara khusus. Yang harus didorong bagaimana mereka bisa memberikan suara secara mandiri. Tentu hal itu bisa tercapai jika pemilu memperhatikan pemenuhan akses yang sama dan berlaku secara universal dengan menyiapkan semua kebutuhan pemilih. Disabilitas tentu tidak akan ada lagi jika hal-hal yang menghambat mereka dihilangkan. Pemilu yang akses juga pemilu yang inklusif, mereka tidak diperlakukan istimewa tetapi sudah kewajiban negara menjamin hak setiap warga negara terlebuh dalam pemilu.

Meghadapi Pilakda Serentak 2015, apa yang perlu dipastikan agar Pemilu akses bisa dilakukan setiap daerah?

Pada saat pemutakhiran data, petugas harus benar-benar memastikan berapa jumlah pemilih dengan disabilitas yang berbeda dan menandai mereka sesuai dengan jenis disabilitas yang dialami. Penyelenggara harus tahu berapa jumlah mereka karena BPS hingga sekarang belum memiliki data yang pasti jumlah penyandang disabilitas.

Selain itu, penyelenggara juga harus memastikan alat peraga kampanye juga disediakan dalam bentuk yang memenuhi kebutuhan mereka. Misalnya dengan menyediakan interpreter di setiap debat. KPU Provinsi juga harus memastikan adanya anggaran yang tersedia di setiap kabupaten dalam memenuhi ini. Jangan sampai di satu kabupaten ada, tetapi di kabupaten lain tidak. Sekali lagi ini bukan pengistimewaan pemilu disabilitas tetapi murni bagaimana menyelenggarakan pemilu yang aksesibel. []