August 8, 2024

M. Ibnu “Beno” Novit Neang: APBDP Kota Tangsel untuk Politik Kuasa Petahana di Pilkada

Meningkatnya dana hibah sebagai usulan Pemerintah Kota Tangerang Selatan pada APBD Perubahan (APBDP) Tangsel 2015 dari Rp. 29,5 miliar menjadi Rp. 105,2 miliar (naik 256%) diduga untuk kepentingan politik kuasa petahana di pilkada. Direktur eksekutif Tangerang Public Transparency Watch (Truth), M. Ibnu Novit Neang mengatakan, bagian dari peningkatan dana itu menjadi bancakan antara penyelenggara pemilu untuk memfasilitasi kepentingan petahana kepala daerah dalam mempertahakan kuasa politiknya melalui pilkada. Berikut penjelasan lelaki berpanggilan “Beno” mewakili lembaganya sebagai pemantau resmi yang terdaftar di KPU Tangsel kepada rumahpemilu.org, Jakarta (19/10).

Apa dasar dugaan peningkatan dana hibah di APBDP Kota Tangsel sebagai penyelewengan diskresi oleh petahana untuk kemenangan di pilkada?

Pertama, pemberian hibah tak taat asas pengelolaan keuangan daerah. Tak ada transparansi berupa pencantuman nama penerima, alamat penerima dan besarannya. Kedua, peningkatannya terlalu drastis dibandingkan anggaran sebelumnya, 256%. Ketiga, bertentangan dengan UU No.23/2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Surat Edaran Kemendagri No.900/4627/SJ yang berintikan “belanja hibah dianggarkan setelah memperioritaskanpemenuhan belanja Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan”.

Seperti apa perbandingnya antara peningkatan dana hibah di APBDP dengan anggaran wajibnya?

angka hibah yang dinaikan di APBDP adalah Rp. 105,2 miliar. Sementara beberapa urusan Pemerintahan Wajib alokasinya jauh di bawah angka hibah. Misal, perencanaan pembangunan yang dilakukan 10  instansi malah hanya Rp 42.3 miliar. Bahkan untuk alokasi ketahanan pangan untuk dua instansi hanya Rp 3,1 miliar.

Biar lebih jelas untuk dipahami publik, Truth mau menyimpulkan apa dari angka itu?

Ini gambaran jelas bahwa, bagi Pemkot Tangsel, kenaikan dana hibah hingga Rp. 105.2 miliar jauh lebih penting dari pada meningkatkan alokasi anggaran 13 Urusan Pemerintahan Wajib. Kondisi ini menunjukan bahwa elite Pemkot Tangsel tak peka terhadap persoalan dan kebutuhan masyarakat. Elite Pemkot Tangsel mementingkan kepentingan politik kuasa dari pada memenuhi kebutuhan masyarakat banyak.

Jika usulan APBDP ini lolos, berdasar pengalaman Truth memantau Pilkada Tangsel, bagaimana kesiapan pengawasan dan tindak lanjut pelaporan terhadap dana politik di pilkada?

Dominasi dan pelanggaran pilkada oleh petahana kepala daerah sebagai calon di pilkada menjadi jauh lebih diawasi dan ditindak. Kami bandingkan dengan pengalaman kami memantau. Truth tergabung dalam Satgas Lawan Politik Uang (Sapu) Tangerang Selatan.

Sebelumnya, kami melaporkan banyak pelanggaran yang dilakukan petahana kepala kepada Panwaslu Kota Tangsel. Kami menyertakan banyak bukti yang kuat, di antaranya foto dan rekaman pernyataan aparatur yang memfasilitasi patahana berkampanye sebagai calon di pilkada. Tapi semua dimentahkan.

Seperti apa sikap pengawasan Panwaslu Kota Tangsel terhadap kontestan lain?

Nah, kami pun melaporkan pelanggaran yang dilakukan pasangan calon lain. Bentuk pelanggarannya kecil. Cuma perbedaan ukuran alat peraga kampanye. Panwaslu Kota Tangsel langsung memanggil pasangan calon bersangkutan.

Lalu bagaimana upaya pengawasan Pilkada Kota Tangsel di keadaan lembaga pengawas seperti itu?

Sapu Tagsel melaporkan Panwaslu Tangsel ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Banten. Panwas Tangsel tidak profesional dalam melakukan putusan terhadap laporan masyarakat dan tidak sesuai dengan Peraturan Bawaslu No 2 Tahun 2012 tentang tata cara pelaporan dan penanganan pelanggaran. Semoga ada perbaikan.

Harapan kami pun, pilkada berikutnya tak dibiayai APBD. Kami pun mengupayakan melalui advokasi revisi UU Pilkada untuk mengubah pembiayaan pilkada menjadi lewat APBN. []