Partai didesak untuk menempatkan perempuan di nomor urut satu daftar calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan DPRD sekurang-kurangnya di 30 persen daerah pemilihan. Tindakan afirmasi ini perlu diatur untuk terus meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen.
“Kita menuntut regulasi untuk mewujudkan hal ini. Sebab, biasanya, yang mendapat nomor urut kecil adalah ketua partai atau elit partai dan elit daerah. Kita ambil contoh kasus PKS (Partai Keadilan Sejahtera), pada Pileg (Pemilihan Legislatif) 2009, PKS hanya menempatkan dua perempuan di nomor urut 1,†tegas Koordinator Aliansi Masyarakat Sipil untuk Perempuan Politik, Yuda Irlang, pada acara diskusi “Penegakkan Hukum di RUU Pemiluâ€, di Menteng, Jakarta Pusat (6/11).
Yuda kemudian menambahkan bahwa tuntutan penguatan keterwakilan perempuan perlu didorong. Sebab, dalam program Sustainable Development Goals (SDGs) disebutkan rencana keterwakilan perempuan di parlemen pada 2030 adalah 50:50.
“Kami ingin penguatan posisi perempuan di parlemen. Tahun 2030 nanti, porsi keterwakilan seharusnya 50:50. Ini perjuangan yang panjang bagi perempuan Indonesia yang juga perlu didukung oleh laki-laki,†tukas Yuda.
Yuda berharap partai politik memiliki komitmen untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen. Partai perlu mewujudkan 30 persen dapil dengan perempuan di nomor urut 1, serta memberikan pendidikan politik yang baik bagi para kadernya, agar yang terpilih di parlemen bukan asal sembarang perempuan.