Pengecilan besaran alokasi kursi per daerah pemilihan (dapil) secara ekstrim hingga 3-6 dinilai akan menyulitkan perempuan calon legislatif (caleg) untuk terpilih. Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) meminta kepada Panitia khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu untuk tidak melakukan hal tersebut. KPI mengusulkan besaran dapil 3-9 untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan 3-12 untuk DPR Daerah kabupaten/kota.
“Kalau dapil kecil, perempuan sulit dapat kursi. Kami usul 3-9 kursi untuk DPR RI, agar pas dengan 30 persen keterwakilan perempuan,” kata Sekretaris Jenderal KPI, Dian Kartika Sari, pada rapat dengar pendapat di Senayan, Jakarta Selatan (1/2).
Kekhawatiran terhadap dapil kecil yang dinilai akan menyulitkan keterpilihan perempuan, ditanggapi positif oleh anggota Pansus RUU Pemilu dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Siti Masrifah. Ia membenarkan bahwa dapil kecil tak ramah pada perempuan caleg. Dalam sistem proportional representation (PR), jumlah wakil yang banyak di tiap dapil adalah suatu keniscayaan.
“Ini benar sekali. Saya pun tidak berani mencalonkan kalau dapilnya kecil. Untuk bersaing itu sulit dan akan semakin sulit kalau dapil kecil,” kata Siti.
Tak seperti Center for Election and Political Party (CEPP) Universitas Indonesia, KPI mengusulkan sistem proporsional terbuka dengan kewajiban menempatkan perempuan di nomor urut satu di 30 persen dapil. Dengan menawarkan perempuan di nomor urut satu melalui sistem proporsional terbuka, kuota keterwakilan perempuan akan terpenuhi, dan tidak menciderai prinsip demokrasi yang memberikan kewenangan keterpilihan calon kepada rakyat.