22 April 2024, Partai Garda Republik Indonesia (Garuda) memasukkan permohonan uji materi terhadap Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 9 Tahun 2020 Tentang Perubahan Keempat Atas PKPU Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota Dan Wakil Walikota ke Mahkamah Agung (MA). Pada 20 Mei 2024, MA memutuskan dalam Putusan No.23P/HUM/2024 agar KPU membatalkan PKPU tersebut dan mengubah minimal syarat usia 30 tahun pada saat penetapan pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur menjadi pada saat pelantikan paslon terpilih.
Terhadap putusan MA tersebut, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendorong agar KPU tak menjalankannya. Putusan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Pilkada No.10/2016. KPU diberikan mandat untuk menjalankan tugas berdasarkan UU Pilkada.
“UU Pilkadanya tidak berubah. Itulah yang menjadi pegangan KPU dalam membuat peraturan teknisnya. Walaupun dalam putusan ini MA membatalkan PKPU. Tapi kan KPU dalam proses membuat peraturan teknis yang baru. Jadi, KPU tidak perlu menjalankan putusan MA ini,” pungkas Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati pada diskusi online “Mengkritisi Putusan MA soal Usia Calon Kepala Daerah” yang disiarkan melalui akun Youtube Berita KBR, Rabu (5/6).
Khoirunnisa menjelaskan bahwa di Pasal 7 huruf e UU Pilkada No.10 Tahun 2016 mengatur syarat minimal usia sebagai syarat calon. Putusan MA No.23P/HUM/2024 mencampuradukkan antara syarat calon dengan syarat pelantikan di Pilkada.
“Jadi, kami melihatnya bahwa MA telah mencampur adukkan antara syarat calon untuk jadi kepala daerah, dengan syarat pelantikan calon kepala daerah terpilih,” ujarnya.
Menurut Khoirunnisa, menggugat syarat calon di UU Pilkada harus dilakukan ke Mahkamah Konstitusi, bukan kepada MA. Substansi uji materi yang diajukan oleh Partai Garuda kepada MA merupakan uji materi syarat calon yang dimuat di dalam UU Pilkada. KPU diminta untuk tidak menjalankan Putusan MA No.23P/HUM/2024.
“KPU pernah punya pengalaman tidak menjalankan putusan MA. Yang terakhir soal afirmasi perempuan di daftar calon. Itu kan jelas bertentangan dengan undang-undang. Itu saja tidak dijalankan. Nah apalagi kalau putusan MA-nya keliru,” tandas Khoirunnisa. []