JAKARTA, KOMPAS – Semua pemangku kepentingan dalam proses pemilihan umum diharapkan bisa mendorong peningkatan representasi perempuan dalam pengisian jabatan-jabatan publik. Pasalnya, keseimbangan representasi perempuan dalam posisi politik akan memberi dampak positif terhadap pembangunan.
“Jumlah perempuan hampir sama dengan laki-laki. Andai keduanya bisa berjalan setara membangun negara, maka negara maju. Perserikatan Bangsa Bangsa menyampaikan bahwa negara belum bisa dianggap maju dan bebas dari kemiskinan kalau perempuan belum ada di garis aman, setara dengan laki-laki,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise saat penandatanganan nota kesepahaman bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta, Rabu (30/5/2018).
Oleh karena itu, Yohana berharap KPU bisa memberi perhatian khusus pada upaya peningkatan representasi politik perempuan di jabatan publik. Perempuan merupakan pilar penting dalam sebuah negara, tetapi dia menilai masih sangat sedikit jumlah perempuan yang menduduki posisi penting di legislatif maupun eksekutif.
Di Dewan Perwakilan Rakyat, kata dia, baru ada sekitar 17 persen anggota legislatif perempuan, sedangkan di Dewan Perwakilan Daerah 23 persen. Sementara itu, baru sekitar 7 persen dari 514 kepala daerah di Indonesia, merupakan perempuan.
“Itu menunjukkan masih ada kesenjangan tinggi antara laki-laki dan perempuan di Indonesia. Kami berharap KPU bisa bersama-sama memperhatikan posisi perempuan baik untuk Pilkada Serentak 2018 maupun Pemilu 2019,” kata Yohana.
Menanggapi hal itu, Ketua KPU Arief Budiman menuturkan, KPU mewujudkan keseriusan dalam keberpihakan terhadap perempuan dan anak tidak hanya dalam aktivitas, tetapi juga dalam penyusunan regulasi. KPU menjaga agar kesepakatan-kesepakatan yang berlaku universal bisa juga diterapkan di Indonesia. Sebagai contoh, kebijakan afirmasi terhadap perempuan yang sudah diatur pada Pemilu 2014, terkait sistem zipper (satu perempuan di tiap tiga kandidat) sempat diperdebatkan pada saat pembahasan peraturan itu, tetapi KPU menyatakan praktik baik itu tetap harus dipertahankan di Pemilu 2019.
“Semua berkomitmen untuk menerapkan pasal-pasal kebijakan afirmatif terhadap perempuan,” kata Arief.
Selain itu, dia juga mengatakan KPU juga mendorong lebih banyak perempuan bisa menduduki posisi sebagai anggota KPU di daerah. Dari 16 KPU Provinsi yang dilantik beberapa waktu lalu, kata Arief, ada tiga perempuan terpilih sebagai ketua. Dia berharap jumlah itu akan bertambah setelah pelantikan 18 KPU Provinsi lainnya. Sebagai pembanding, pada periode lalu, dari 34 provinsi, ada tiga perempuan yang menjabat sebagai ketua KPU Provinsi.
Arief juga menyampaikan pesan terkait perlindungan anak dalam pemilu di Indonesia. Dia meminta anak-anak tidak dilibatkan dalam kampanye partai politik. Namun, mereka perlu diberikan pendidikan politik, demokrasi, dan pemilu, sehingga pada saat mereka mempunyai hak pilih, mereka akan terlibat dalam proses demokrasi dengan baik. (ANTONY LEE)
Dikliping dari https://kompas.id/baca/polhuk/2018/05/31/representasi-perempuan-berdampak-ke-pembangunan/