August 8, 2024

Roberto “Totsie” Cadiz: Pengawasan Pemilu Mandiri melalui Kerjasama Lembaga

Pengawasan dana kampanye merupakan hal penting dalam menjaga pemilu jujur dan adil. Evaluasi dari pemilu sebelumnya menyimpulkan, perolehan suara sebagai hasil pemilu berbanding lurus dengan pengeluaran dana kampanye. Pengawasan pun mendapatkan fakta, dana kampanye yang dicatat di lapangan jauh lebih besar dari yang dilaporkan peserta pemilu.

Hal tersebut menjadi pembahasan dalam diskusi dan tanya-jawab dengan aktivis Pemilu Filipina, Atty. Roberto Eugenio T. Cadiz di kantor MSI, Jakarta (26/6). Lelaki yang dipanggil “Totsie” ini merupakan direktur eksekutif Libertas, sebuah LSM di bidang pengawasan dana kampanye. Berikut hasil tanya jawab dari forum yang dihadiri perwakilan dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Transparency International Indonesia (TII) yang diliput Usep Hasan Sadikin dari rumahpemilu.org.

Bagaimana pengawasan pemilu di Filipina, khususnya dalam hal dana kampanye?

Kami memandang penting kemandirian gerakan pengawasan dana kampanye. Karena itu kami bekerjasama dengan lembaga masyarakat.  Semuanya harus tak berpihak pada partai.  Menjaga pentingnya hal ini berdampak pada kualitas pemilih dan peserta pemilu.

Selain itu, kami mempertimbangkan konteks permasalahan pemilu. Di tengah kompleksnya permasalahan pemilu, fokus pada pengawasan dan pelaporan terhadap partai dan calon legislator penting dilakukan. Jadi kami tak banyak menangani hal yang menjadi permasalahan pemilu. Tapi kami benar-benar fokus melakukan pengawasan dana kampanye.

Bagaimana gerakan pengawasan dana kampanye dimulai dan bisa berlangsung terus dan semakin dinilai penting?

Awalnya memang gerakan ini dinilai tak penting. Partai menilai tak penting karena tak berpengaruh pada pemilih. Tapi yang kami lakukan seiring dengan pendidikan politik, khususnya pendidikan memilih. Dengan ini mereka akan menyadari pemilu akan mempengaruhi pemerintahan ke depan.

Ketika masyarakat memahami mengenai pemilu dan dana kampanye masyarakat akan memandang penting. Pemahaman ini kemudian dijadikan oleh masyarakat sebagai panduan  memilih. Saat pemahaman meluas, dampaknya partai pun menilai penting pengawasan dana kampanye. Partai tak mau dinilai sebagai partai yang tak terbuka dan tak bisa mempertanggungjawaban dana kampanyenya karena bisa menyebabkan tak dipilih oleh masyarakat.

Bagaimana gerakan pengawasan dana kampanye bisa didukung masyarakat?

Kami berkoalisi. Terdiri dari beberapa organisasi. Organisasi yang menyampaikan ke masyarakat. Dari beberapa organisasi yang ada, kami membagi peran-peran spesifik terkait bidang organisasi bersangkutan.

Di Indonesia juga ada beberapa organisasi. Perludem bisa fokus di advokasi undang-undang. ICW bisa menyampaikan persoalan korupsi yang berkaitan dengan dana kampanye. JPPR bisa di pendidikan dan perlibatannya dengan masyarakat. Semua bisa berkolaborasi.

Di Indonesia, ICW telah membuat peringkat Partai Terkorup 2012, nomor satu Partai Golkar. Tahun 2013, TII pun membuat peringkat transparansi partai, Partai Golkar pun menjadi partai paling tertutup. Tapi survei Kompas di awal tahun, Partai Golkar paling tinggi elektabilitasnya. Bagaimana agar transparansi dana kampanye dan antikorupsi di pemilu menjadi kepedulian mesyarakat?

Permasalahannya tak jauh beda dengan di Filipina. Awalnya masyarakat pun tak peduli dengan pengawasan dana kampanye. Pemerintahan Marcos pun masih punya pengaruh dan penerusnya masih banyak dipilih di pemilu berikutnya.

Sekali lagi di sini pentingnya kerja sama, berjejaring antar lembaga. Pemahaman dan kepedulian orang-orang di lembaga terhadap pemilu lebih tinggi dibandingkan masyarakat umum, sehingga lebih mungkin dilibatkan.

Jika kerja sama lembaga itu berhasil, masyarakat akan tahu, peduli dan terlibat. Lambat laun akan berdampak baik dengan upaya yang terus-menerus.

Di Indonesia, media, seperti televisi, yang punya fungsi memberikan informasi dan pendidikan politik, dimiliki oleh elite partai peserta pemilu. Pada keadaan ini cara apa untuk bisa memperluas pemahaman pengawasan pemilu?

Indonesia lebih baik. Di Filipina tak ada kebebasan informasi. Filipina tak punya undang-undang keterbukaan informasi. Akses informasi mengenai pendanaan partai dilakukan aktivis dengan cara memberikan surat untuk partai. Lalu aktivis yang menginformasikannya ke masyarakat.

Di Indonesia terjadi penguasaan media oleh partai. Ini pun terjadi di Filipina. Media utama di Filipina dikuasai keluarga Marcos.

Kita memahami, permasalahan pemilu begitu kompleks. Sekali lagi, menjaga kemandirian pengawasan pemilu dengan kerjasama lembaga masyarakat yang tak berpihak pada partai merupakan hal penting yang berdampak pada kualitas pemilih dan peserta pemilu. []