Rancangan Undang-undang (RUU) Penyelenggaraan Pemilu Pasal 442 ayat (1) mengadopsi UU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) No.10/2016 mengenai sanksi administrasi bagi pelaku politik uang. Akan tetapi, ketentuan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam pasal tersebut tidak diberikan penjelasan yang jelas, sama seperti UU Pilkada. Hal ini tentu menyebabkan kebingungan bagi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk menindak pelanggaran yang dimaksud.
“Bawaslu sendiri mengaku kesulitan menerjemahkan TSM itu seperti apa. Apa ukuran sebuah pelanggaran politik uang dikatakan TSM?†tukas peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, pada acara diskusi “Penegakkan Hukum di RUU Pemiluâ€, di Menteng, Jakarta Pusat (6/11).
Fadli berpendapat bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) perlu memberikan penjelasan detail terhadap Pasal 442 ayat (1) secara kualitatif. Sebagai contoh, tindakan politik uang dikatakan TSM apabila dilakukan oleh belasan orang di beberapa daerah dan terbukti merusak prinsip keadilan dalam pemilu.
“Ini harus dijelaskan secara detail, karena kalau tidak, pengaturan ini akan ngambang. Ada regulasinya, tapi hampir tidak bisa dipraktikkan,†tegas Fadli.
Selain harus dijelaskan secara detail, pelanggaran politik uang juga perlu disosialisasikan secara luas hingga ke tingkat desa. Masyarakat perlu memahami keburukan politik uang dan bagaimana cara melaporkannya. Semakin banyak laporan yang diterima Panitia Pengawas atas kasus politik uang, pelanggaran TSM akan semakin mudah dibuktikan.