Di tahap penetapan daftar pemilih, pemantauan pemilu dibutuhkan untuk memastikan berjalan baiknya penyelenggaraan pemilu. Pemantuan pun dibutuhkan karena kebutuhan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap hak pilihnya di pemilu.
Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jakarta merupakan salah bagian masyarakat yang melakukan pemantauan pemilu. Di tahap pengumuman daftar pemilih sementara (DPS), KIPP Jakarta mensosialisasikan DPS dari sistem informasi data pemilih (Sidalih) yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Di jelang rekapitulasi 23 Oktober 2013, KIPP Jakarta mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II, KPU, Bawaslu, dan Kemendagri. Berikut wawancara rumahpemilu.org kepada ketua KIPP Jakarta, Willi Sumarlin di Senopati, Jakarta Selatan (24/10).
KIPP Jakarta mengikuti RDP jelang 23/10 sebagai tanggal awal rekapitulasi DPT Nasional. Bisa diceritakan secara umum?
DPT kan sudah ditetapkan dari level kota. Kami tak memantau secara keseluruhan, secara Nasional, tetapi di beberapa wilayah yang kita pantau. Dari pantauan kami, sepertinya tak ada protes dari partai di level kota. Kita tahu, proses ini berjenjang. Dari level kota ke provinsi. Tapi sayangnya, kenapa di level nasional terjadi penolakan? Harusnya kan ketika DPT sudah diumumkan di level kota itu, ketika mereka menemukan ketidak beresan, partai juga melakukan protes terhadap KPU. Di mana letak ketidak beresan itu? Pertanyaan ini penting dijawab sehingga bisa diperbaiki secara berjenjang ke tingkat yang lebih atas.
Tepatkah penetapan DPT ditunda?
Menurut saya, ditunda atau tidak itu harus ada ketegasan dari KPU. Tahapan ini kan sudah dirubah beberapa kali, jadi jangan sampai setiap kali KPU ingin memutuskan, ditunda lagi, ditunda lagi, nanti akhirnya akan mengganggu proses tahapan berikutnya. Misalkan, tahapan logistik dan sebagainya.
Apa yang seharusnya dilakukan KPU dan Bawaslu beserta pihak terkait dalam menyusun DPT yang baik, khususnya sampai 4 November ini?
KPU dan Bawaslu diamanatkan oleh DPR melakukan sinkronisasi data. Keduanya juga harus bekerja untuk mencari titik temu di mana selisih data yang kurang lebih masih sekitar enam juta. Mencari solusi itu. Ya minimal mereka ketemu lah, mana, yang enggak sinkron ini di mana.
KIPP Jakarta pernah melakukan sosialisasi DPT. Bisa dijelaskan latar belakangnya?
Menurut saya sosialisasi DPT masih kurang. Di lain sisi memang masyarakat kurang peduli. Terdaftar atau tidak terdaftar, terserah. Nah inilah, kalau mau dibilang apatis ya ini. Kurang peduli. Apakah kita sudah terdaftar apa belum? Apakah kita sudah mengecek untuk namanya terdaftar di DPT atau belum?
Dari latar belakang itu, KIPP Jakarta mempunyai kegiatan “Pantau Pemilu 2014â€. Ini merupakan ajakan kepada masyarakat agar turut serta melakukan pemantauan tahapan pemilu yang sedang berjalan. Belakangan ini mengenai daftar pemilih. KPU sebelumnya mengumumkan DPS (daftar pemilih sementara) dan masukan atau tanggapan masyarakat atas pengumuman DPS. Dari pantauan KIPP Jakarta, antusiasme masyarakat untuk mengecek DPS di yang sudah diumumkan di PPS (kelurahan) masih rendah.
Kami memberitahukan kepada masyarakat, pengecekan daftar pemilih bisa mengecek di kelurahan sesuai domisili mereka. Sekarang pun bisa mengecek melalui website KPU. Apabila namanya belum tercantum mereka bisa melapor ke petugas PPS agar namanya ditambahkan dalam DPSHP, atau misalnya terjadi kesalahan dalam penulisan nama, mereka bisa meminta diperbaiki.
Dari perspektif pemantauan, sebetulnya apa masalah DPT? Bagaimana baiknya penyelesaiannya?
Permasalahan sebenarnya ada di tingkat bawah, KPU dan Bawaslu kan tinggal merekapitulasi. Tetap harus ada respon masyarakat terhadap program pemerintah. Dan diperlukan juga bantuan dari partai. Pada intinya, setiap pihak harus ikut bertanggung jawab demi terselenggaranya kesuksesan pemilu.