Di Pemilu 2014, Sulawesi Utara merupakan provinsi yang persentase pemilihnya mirip dengan persentase nasional. Persentase pemilih di Pemilu DPR, DPD, dan DPRD (Pileg) 2014 untuk nasional adalah 75,11 persen sedangkan di Sulut 79,62 persen. Persentase pemilih Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014 untuk nasional 69,58 persen sedangkan di Sulut 69,78 persen. Bagaimana persentase pemilih sejumlah daerah Sulut dalam pilkada dan faktor apa yang menyebabkan banyak/sedikitnya persentase pemilih di Sulut? Rumahpemilu.org mewawancarai Ketua KPU Sulut, Yessy Momongan di sela pembahasan Perppu Pilkada di Jakarta (19/12).
Partisipasi Pemilu 2014 di Sulut berkurang sekitar 10 persen di Pileg 2014 ke Pilpres 2014. Kenapa?
Menjawab ini, butuh kajian dan penelitian. Tapi menurut pengamatan pribadi, dibandingkan pileg, pilpres kalah mewakili kepentingan lokal Sulut. Jika di pileg ada pemilihan DPRD dan DPD. Dan DPR RI tekait daerah pemilihan di Sulut.
Sebagian ada yang bilang di antara dua paslon yang ada di Pilpres 2014, ada orang Sulawesi. Tapi tampaknya masyarakat Sulut tak terwakili kepentingannya di pilpres. Jadi, tinggi rendahnya persentase pemilih di pemilu, terkait dengan seberapa banyak kepentingan lokal yang ditampung.
Ada sebab lain?
Pertama, itu. Tak terwakilinya kepentingan lokal Sulut dalam pilpres.
Kedua, jangkauan peserta di pilpres beserta tim suksesnya tak lebih luas dibandingkan pileg. Selain itu, pragmatisme masyarakat tak lebih terfasilitasi di pilpres dibandingkan pileg. Politik uang yang diterima masyarakat lebih banyak di pileg.
Ketiga, ini butuh dicek seberapa besar pengaruhnya. Hari pemungutan suara pilpres bersamaan dengan pertandingan sepak bola Piala Dunia. Di sejumlah TPS ada orang yang datang ke TPS saat TPS sudah tutup. Mereka kesiangan karena malamnya bergadang menonton sepak bola.
Bagaimana persentase pemilih di pilkada Sulut?
Bisa mencapai 80 persen.
Konteks lokal apa yang membedakan Sulut dan provinsi lain terkait partisipasi pemilih?
Masih kuatnya pengaruh tokoh agama yang juga tokoh masyarakat. Beraktivitas bersama mereka berdampak pada sukses dan lancarnya penyelenggaraan pemilu, salah satunya partisipasi pemilih.
Masyarakat agama menyarankan untuk tak menjadikan hari Jumat, Sabtu, dan Minggu untuk tak dijadikan waktu pemungutan suara. Atau, di pagi sampai siang jangan dilakukan aktivitas kepemiluan. Itu hari-hari agama-agama yang ada di Sulut. Penting mendengarkan saran dan nasehat mereka dan masyarakat pun mengikuti mereka.
Bagaimana hubungan antara konteks lokal Sulut dengan kepesertaan atau kontestasi di pilkada?
Untuk menjawabnya, lagi-lagi ini butuh kajian. Ikatan keagamaan menyertai tokoh agama di masyarakat Sulut masih kuat. Sepertinya ini berpengaruh dengan kepesertaan di pilkada karena juga terkait keterwakilan masyarakat. Kalau masyarakatnya mayoritas Kristen, pasangan calon yang terpilih keduanya Kristen. Kalau masyarakatnya mayoritas Islam, pasangan calon yang terpilih keduanya Islam. Tapi kalau masyarakat Kristen dan Islamnya berimbang, yang terpilih pasangan calon yang agamanya berbeda.
Di media nasional dan media sosial, sentimen negatif agama kuat terhadap pasangan calon di Pilpres 2014. Apakah ini juga terjadi di Sulut?
Kalau untuk itu saya melihat masyarakat Sulut sudah cerdas. Masyarakat memilih paslon karena dinilai lebih bagus dibandingkan paslon lain.
Di antara dua waktu hari pemungutan suara, apa yang dilakukan KPU Sulut dalam beraktivitas?
Pendidikan pemilu di masyarakat menjadi bagian aktivitas KPU. Tapi karena aturan meminta KPU Sulut untuk tak menyelenggarakan kegiatan yang membutuhkan anggaran, KPU Sulut memilih untuk terbuka terhadap para pihak di masyarakat yang ingin melakukan pendidikan pemilu.