Dewan Perwakilan Rakyat berkeinginan menaikan syarat dukungan calon jalur perseorangan dalam revisi undang-undang pilkada. Angka perubahannya adalah dari 6,5-10% menjadi 10-15% berdasarkan daftar pemilih tetap. DPR beralasan, ingin mengembalikan besaran dukungan sebelum diubah putusan Mahkamah Konstitusi.
Koordinator nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykuruddin Hafidz berpendapat, menaikan syarat dukungan KTP jalur perseorangan justru merugikan partai. Berikut penjelasan Masykuruddin yang dicatat rumahpemilu.org dalam konferensi pers Koalisi Pilkada Berintegritas di Cikini, Jakarta Pusat (3/4).
DPR ingin menaikan syarat KTP dukungan calon jalur perseorangan dalam revisi UU Pilkada. Pendapat anda?
Banyak pihak di luar DPR yang menjelaskan, peningkatan ini kontraproduktif dengan semangat perbaikan revisi UU Pilkada. Putusan MK intinya menurunkan syarat perseorangan, tapi DPR manaikannya lagi. Yang saya mau tambahkan, menaikan syarat dukungan KTP jalur perseorangan juga merugikan partai.
Kenapa, partai dirugikan. Bukannya dari pasangan calon jalur partai akan lebih berkemungkinan bertambah pesaing dalam pencalonan?
Dari data JPPR di Pilkada 2015, calon jalur perseorangan ada 12 pasang. Latar belakang dari 12 pasang calon ini cuma dua: pertama, dari birokrat; kedua, ternyata dari partai. Ada 2 pasangan yang dari birokrat. 10 pasangan sisanya, justru berlatar belakang partai. 2 pasang dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). 8 pasang dari Partai Golkar.
Dua partai itu sedang di keadaan berkepengurusan ganda. Ini dasar dirugikannya?
Iya. Ternyata, jalur perseorangan menjadi pintu darurat ketika partai tak memungkinkan mencalonkan kadernya melalui jalur partai. Di Pilkada 2015 terlihat. Jika syarat KTP dukungan dinaikan jumlahnya, partai sendiri yang dirugikan. Partai akan kesulitan mencari KTP dukungan yang banyak di waktu yang relatif sempit.
Bagaimana dengan partai yang baik-baik saja, kepengurusannya satu, tidak ganda. Apa juga dirugikan?
Seharusnya juga merasa rugi. Ada syarat pencalonan jalur partai yang juga berat. Untuk bisa mencalonkan pasangan calon di pilkada, partai harus punya kursi 20 persen atau suara sah 25 persen di parlemen daerah, DPRD. Berarti hanya partai banyak kursi di DPRD yang bisa mencalonkan pasangan calon di pilkada.
Partai yang tak cukup kursi peryaratan untuk calon di pilkada bisa memilih calon jalur perseorangan. Partai-partai kecil atau sedikit kursi di DPRD harusnya juga merasa rugi dengan syarat KTP dukungan yang ditinggatkan.
Soal penilaian DPR terhadap pengusung calon jalur peseorangan dan penurunan syarat calon jalur perseorangan sebagai deparpolisasi, setuju kah?
DPR baiknya mengingat bahwa partai makin tak dipercaya. Kasus korupsi yang ditangani KPK banyak yang hasilnya berupa penangkapan politisi partai. Calon perseorangan yang syarat KTP dukungannya diturunkan jumlahnya sebetulnya menjadi bagian dari koreksi partai dan menjaga kepercayaan warga terhadap pemilu dan demokrasi. []