September 13, 2024

Anies Baswedan: Partai Diminta Menyediakan Calon Berkualitas

Membicarakan tokoh alternatif dalam wacana kepemimpinan nasional, di luar “nama tua” dan internal partai, Anies Baswedan salah satunya. “Phd” dengan disertasi “Otonomi Daerah dan Pola Demokrasi di Indonesia” ini masuk dalam perbincangan positif pengguna twitter menurut Politicawave. Rumahpemilu.org coba mewawancara pemilik nama lengkap Anies Rasyid Baswedan ini seputar pemilu, kepemimpinan, partisipasi pemuda di pemilu, dan politik uang. Berikut hasil liputan diskusi dan wawancara Usep Hasan Sadikin di Universitas Paramadina (4/4) kepada sosok yang masuk dalam 100 Tokoh Berpengaruh di Dunia menurut Foreign Policy ini.

Bagaimana penilaian Pak Anies terhadap pemilu sekarang?

Ada kesan negatif terhadap pemilu sebagai prosedur demokrasi. Pemilu itu mahal seperti halnya demokrasi. Padahal tak begitu. Saya malah bertanya, apa sebaliknya yang nondemokrasi? Kalu tak pemilu pakai apa? Pertanyaan negatif terhadap demokrasi perlu menyertai perbandingan negara lain. Bagaimana penyelenggaraan pemerintahan dan penyelenggaraan pemilunya, tanpa dan yang dengan demokrasi?

Ide demokrasi adalah kesamaan akses dalam bernegara. Pun begitu dalam penyelenggaraan pemilu. Kesamaan akses dari setiap warga negara yang mempunyai hak dipilih harus dijamin. Ya, sekarang ini kita memilih calon yang tersedia. Maksudnya, calon yang memang disediakan oleh partai. Kita tak bisa memilih calon di luar yang disediakan partai sebagai peserta sah pemilu. Pun begitu dengan presiden.

Karena itu, kita berharap dan terus memberitahukan partai agar bisa menawarkan pilihan terbaik kepada rakyat. Jangan ala kadarnya. Jika ala kadarnya, kita sebagai rakyat diremehkan. Orang Indonesia membutuhkan pemerintahan yang hebat. Pemimpin yang bisa menggerakan.

Tadi ada kata “tersedia”, khusus untuk kepemimpinan nasional, Pak Anies bersedia?

Saya menekankan pada ketersedian calon yang ditawarkan partai. Yang ada ini yang harus kita perhatikan kriterianya, kualitasnya. Mereka diusung partai.

Dan soal kepemimpinan nasional, ya sekarang presiden masih harus melalui jalur partai. Saya bukan orang partai. Saya tidak diusung partai.

Tapi Pak Anies bersedia menjadi presiden?

Ya kita diskusikan saja kalau sudah ada yang datang.

Jadi, jika partai ada yang datang menawarkan, anda menilai positif kesempatan menjadi presiden?

Mmm. Ini bukan soal kesempatan. Ini panggilan untuk kita membagi kepada negeri. Ya, kita kerjakan panggilan itu. Mulai dari pendahulu kita membangun negeri ini, semua iuran di republik ini. Jadi jika ada panggilan, harus selalu siap. Panggilan apa pun itu.

Urusan Indonesia terlalu banyak untuk diselesaikan seorang presiden. Presiden itu tak bisa menyelesaikan semua masalah. Tapi presiden bisa menggerakan kita ke arah yang sama.

Pemimpin yang bisa menggerakan itu yang hari ini tak muncul. Semua orang mau datang untuk menyelesaikan masalah. Itu menurut pandangan saya untuk 2014.

Saya mau tekankan, pemimpin dan politisi dalam kehidupan bernegara tak cukup hanya berdasar hukum, melainkan juga kepatutan.

Saat menteri diduga, baru diduga (belum terbukti), melakukan korupsi, kepatutannya adalah mengundurkan diri. Meskipun hukum belum membuktikannya bersalah. Kepemimpinan memakai landasan kepatutan, bukan hanya KUHP.

Dasar kepatutan ini yang akan menjadi cerminan pemerintahan yang akan dicontoh masyarakat dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Di sini Anies menekankan pentingnya keterlibatan pemuda agar pemimpin terpilih nanti adalah pemimpin yang tak kompromi dalam pemberantasan korupsi.

Saat ini permasalahan korupsi tinggi sorotan. Pak Anies pun menilai korupsi sebagai permasalahan terbesar Indonesia. Di pemilu pun perlawanan politik uang dan pembatasan dana kampanye kuat dilakukan. Dampaknya, masalah lain jadi kurang diperhatikan. HAM, keberagaman, kelas sosial atau buruh dan lain-lain. Pendapat Pak Anies?

Banyak masalah besar. Tapi korupsi itu masalahnya lintas sektor. Lintas wilayah. Lintas usia. Itu korupsi. Di semua sektur mana pun, masalah korupsi, penuh. Anda mau masuk sektor mana? Agama. Penuh.

Kini, di tengah tingginya perhatian masyarakat terhadap korupsi, orang mau tampil dalam wacana pemeberantasan korupsi meskipun terlibat dalam permasalahan atau kejahatan di bidang lain. Tanggapan Pak Anies?

Ya. Pada akhirnya dalam konteks pemilu, khususnya memilih pemimpin, kita masing-masing punya kriteria. Mana prioritas bagi kita. Nanti itu dibandingkan, antara calon satu dengan calon yang lain. Belum ada yang ideal. Tapi masing-masing punya plus-minus. Misal, oh saya lebih prioritaskan kriteria antikorupsi, jadi saya ambil beberapa yang masuk kategori lalu dari situ saya ambil yang terbaik.

Korupsi pun harus bisa ditangani dalam pemilu. Pemilu yang menentukan terpilihnya orang-orang di pemerintahan.

Pengeluaran kampanye untuk pemilu kepala daerah, pemilu legislatif, dan pemilu presiden harus dibatasi agar proses demokrasi berjalan seimbang dan adil. Tanpa batasan, elite politik yang punya akses modal besar akan lebih berpeluang memenangi pemilihan karena bisa belanja sebesar-besarnya.

Untuk menciptakan keadilan dan keseimbangan kampanye, perlu dibatasi belanja kampanye sehingga pengeluaran setiap calon itu sama. Sekarang ini ada batasannya. Tapi basa-basi. Penerimaan dan pengeluaran kampanye harus dibatasi. Berapa nominalnya. Batasi dengan tegas.

Sejak didirikan Cak Nur, Paramadina kuat berkomitmen dalam wacana keragaman. Sebagai Rektor Paramadina ada harapan, Pak Anies bisa menguatkan wacana keragaman. Di pemilu wacana keragaman, sepi. Tanggapan Pak Anies?

Coba anda lihat tulisan saya di Kompas akhir 2012 lalu. Ada kesan wacana keragaman tak positif karena ada permasalahan soal istilah. Perbedaan istilah dan kesalahan mengartikannya malah cenderung tak baik. Saya sendiri lebih memilih kata “bhineka”. Kata itu ada dalam Pancasila.

Selain karena istilah, wacana kebhinekaan menjadi tak positif karena ditarik oleh pembahasan “minoritas” atau “mayoritas”. Ada yang kuat mewacanakan dalam bahasan pembelaan terhadap minoritas. Ada yang sebaliknya, membela mayoritas.

Saya tegaskan, Republik ini tidak dirancang untuk melindungi minoritas. Tidak juga untuk melindungi mayoritas. Republik ini dirancang untuk melindungi setiap warga negara, melindungi setiap anak bangsa.

Yang penting untuk dikuatkan dalam wacana kebhinekaan adalah politik kebangsaan dan pendidikan warga negara. Tak penting jumlahnya, tak penting siapanya. Setiap orang wajib dilindungi. Janji pertama Republik ini: melindungi segenap bangsa Indonesia. Saat ada warga negara yang harus mengungsi di negeri sendiri, bukan karena dihantam bencana alam tetapi karena diancam saudara sebangsa, Republik ini telah ingkar janji.

Akhir-akhir ini nyawa melayang, darah terbuang percuma ditebas saudara sebahasa di negeri kelahirannya. Kekerasan terjadi dan berulang. Lalu berseliweran kata minoritas, mayoritas di mana-mana.

Bangsa ini harus tegas: berhenti bicara minoritas dan mayoritas dalam urusan kekerasan. Kekerasan ini terjadi bukan soal mayoritas lawan minoritas. Ini soal sekelompok warga negara menyerang warga negara lainnya. Kelompok demi kelompok warga negara secara kolektif menganiaya sesama anak bangsa.

Aturan hukumnya ada, aparat penegaknya komplet. Jadi, begitu ada warga negara yang pilih melanggar dan meremehkan aturan hukum tak hanya tokoh-tokohnya yang dihukum, setiap orang yang terlibat dihukum tanpa pandang agama, etnis, atau partai.

Sebagai kepala lembaga pendidikan, Rektor Universitas, keinginan apa dari Pak Anies di tengah kepedulian pemuda atau mahasiswa yang belum tinggi terhadap politik, khususnya untuk Pemilu 2014 ini?

Mendorong partisipasi pemuda. Keterlibatan dan kesadarannya amatlah penting. Sudah seharusnya pemuda terlibat saat demokrasi kita mandek. Dari dulu pun seperti itu. Ketika demokrasi itu mandek, anak muda turun tangan. Tapi kalo demokrasi lancar, anak muda tenang-tenang. Sekarang ini mungkin dirasa oleh pemuda keadaannya tenang-tenang. Tinggal kita sadarkan, lalu libatkan.

Terkait dengan isu korupsi. Struktur koruptif di negara ini harus dihancurkan. KPK berperan di sini. Tapi pemuda berperan dalam penghancuran struktur koruptif secara berkelanjutan. Tak hanya pada kasus. Bukan pada penyidikan, tapi pada komponen pengawasan. Termasuk di pemilu.

Kedua. Dalam soal kepemimpinan. Pemuda dalam keterlibatannya pun harus bisa memilih dan mengarahkan keterpilihan pemimpinan yang mau memberantas korupsi tanpa tolerir. Cari potensi pada sosok yang memerangi, bukan melanggengkan.

Penting bagi kita sebagai masyarakat pemilu untuk menjadi pemilih yang rasional. Rasio itu perbandingan. Perbandingan berdasarkan preferensi. Kalo tak rasional itu pilihannya A prilakunya B. Rasional kita sebagai pemilih. Rasional kita terhadap siapa yang dipilih. Jangan sampai memilih yang bicara A perilakunya B. []