November 15, 2024

Hadar Nafis Gumay: Revisi UU Pilkada Harus Cepat Agar Proses Pilkada Tak Tersendat

Pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak gelombang pertama menyisakan sejumlah catatan penting. Mulai dari pendaan pilkada, pencalonan, kampanye hingga sengketa. Persoalan ini muncul tak lepas dari landasan pelaksanaan pilkada yakni Undang-Undang UU 8 Tahun 2015 yang masih perlu penyempurnaan. UU yang lahir pasca polemik pilkada langsung dan tak langsung ini masih mengandung sejumlah pengaturan yang harus diperbaiki sehingga pelaksanaan pilkada berikutnya berjalan demokratis dan melahirkan kepala daerah yang berintegritas.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI maupun daerah paling merasakan dampak UU 8/2015 dalam penyusunan peraturan KPU dan pelaksanaan pilkada. Beberapa poin penting yang menjadi catatan harus segara direvisi sebelum Pilkada Gelombang Dua dimulai. Untuk mengetahui hal apa saja yang perlu diperbaiki menurut KPU, berikut Wawancara Jurnalis Rumah Pemilu, Debora Blandina Sinambela dengan Anggota KPU RI Hadar Nafis Gumay.

Apakah KPU akan mengusulkan revisi UU Pilkada?

Sikap KPU mendukung revisi karena ada hal-hal prinsip yang harus diatur dalam UU, yang tadinya masih diatur dalam aturan KPU. Dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama komisi dua, KPU telah diminta berkontribusi mengusulkan pasal-pasal yang harus direvisi. KPU masih melakukan evaluasi bersama internal, KPU Daerah, dan masyarakat sipil sebagai bahan revisi.

Hal apa saja yang perlu dilihat kembali untuk direvisi?

Beberapa poin penting yang menjadi bahasan utama KPU adalah isu-isu yang mencakup data pemilih agar lebih akurat serta komprehensif, dan memberikan kepastian setiap warga negara yang memenuhi syarat memilih terdaftar sebagai pemilih. Kemudian tentang isu tata kelola pencalonan, kampanye dan dana kampanye, badan penyelenggara adhoc dan anggaran pilkada serta pemungutan, penghitungan dan rekapitulasi.

Terkait pendanaan, apa usulan KPU ke depan?

Untuk pendanaan. Itu kami sangat berharap dana disiapkan jauh waktu, sejak awal. Jangan dana itu bertahap-tahap dan kemudian yang sudah bertahap itu pun masih tertunda. Contoh kasus hari ini, kota Manado. Hingga dua hari menjelang pelaksanaan pemungutan pendanaan belum jelas padahal dijanjikan akan beres.

Tanda tangan itu NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah) dan segera turunkan dana tepat waktu sesuai yang kami butuhkan. Kalo tidak kan tidak bisa dilaksanakan.

Apakah diusulkan pendanaan kembali ke APBD atau APBN?

Ya itu masih kita pertimbangkan ke APBD atau APBN atau campurannya. Ketika APBD kurang maka dibantu APBN. Misalnya salah satu yang juga kami usulkan mengenai dana kampanye.

KPU tidak lagi membiayai kampanye?

Dana kampanye ini juga salah satu yang membuat dana pilkada besar. Dan kami juga cukup repot mengurusnya sehingga pekerjaan utama kami jadi terseok-seok. Misalnya alat peraga dibiayai dan kami harus mengurusnya. Kemudian materi kampanye, leaflet, brosur dan sebagainya. Biarkanlah itu para calonnya sendiri yang membiayai, kami hanya mengatur jumlah-jumlah maksimalnya untuk memastikan itu akan berlaku adil di antara mereka. Juga peletakannya supaya tertib.

Pada akhirnya berapa banyak mereka sanggup membuat, kemudian siapa yang mengganti, jelas mereka sendiri. Kalo ada yang rusak, mereka ikut menjaga. Selain itu mengurangi biaya juga mengurangi potensi sengketa terhadap kerja kami mengawasi itu yang tidak sesuai harapan mereka. Sebenernya itu pekerjaan ekstra yang tidak perlu untuk kami.

Sengketa pencalonan cukup rumit. Apa usul KPU?

Khususnya sengketa pencalonan, itu kami cukup repot karena ada sejumlah sengketa-sengketa yang masih bisa berjalan terus padahal seharusnya sudah stop, sudah final. Sehingga ada beberapa daerah yang pilkadanya harus ditunda dan jadi pilkada susulan.

Kami sebenarnya sudah membatasi sengketa pencalonan selesai di November. Ke depan, pembatasan sengketa ini harus ditegaskan. Lembaga yang menangani sengketa juga harus dibatasi.

Daftar Pemilih Tetap (DPT) juga selalu bermasalah dari pemilu ke pemilu. Apa usulan KPU?

Terkait dengan DPT, kami berpandangan bahwa DPTb 1 penyusunannya sangat pendek. Akhirnya jumlahnya tidak banyak. Kami berpandangan dijadikan satu saja dengan DPTb 2 yang memang bisa memilih langsung di hari H pemungutan suara.

Selain itu,  dari pemerintah cukup data perubahan saja dari data yang sebelumnya diberikan. Jadi tidak lagi memberikan data keseluruhan, tapi lebih kepada ada gak perubahan dari data pemilih itu. Misalnya saja yang pasti ada perubahan adalah berapa banyak, siapa, dimana jadi 17 tahun sejak pemilihan berakhir menuju pemilihan yang akan datang.

Kemudian yang lain, pelayanan pemilih di rumah sakit. Kami tidak bisa membangun TPS sendiri karena pengaturannya tidak ada. Kami ingin sekali ada pengaturan agar kami bisa membuat TPS secara khusus.

Kapan usulan revisi ini disampaikan?

Minggu ini. Mudah-mudahan bukan hanya penyerahannya saja tapi pembahasan dan penuntasannya juga cepat sehingga kita bisa menggunakan langsung di pilkada 2017. Proses juga tidak tersendat, ada kepastian hukum, sehingga tidak ada perubahan di tengah jalan.