Mahalnya penyelenggaraan pemilu dinilai sebagai pemborosan uang negara. Masyarakat pun bingung dihadapkan dengan banyak tawaran serta momen pemilihan. Pemerintahan yang dihasilkan malah tak efektif. Kebijakan yang dihasilkan lambat dan lupa rakyat sebagai pemberi legitimasi pemerintahan.
Pemilu serentak dinilai bisa menyelesaikan borosnya penyelenggaraan pemilu serta tak efektifnya pemerintahan. Berikut wawancara Usep Hasan Sadikin dari rumahpemilu.org kepada Khoirunnisa Agustyati dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) sebagai pihak yang mengajukan “pemilu serentakâ€, Jakarta (19/2’13).
Apa maksud dari pemilu serentak?
Ada beberapa pengertian dan bentuk pelaksanaan terhadap pemilu serentak. Saya maksudkan di sini, pemilu serentak adalah menyerentakkan pemilihan eksekutif dengan legislatifnya.
Tujuannya, agar partai pendukung eksekutif merupakan partai mayoritas yang ada di parlemen.
Namun memang ada beberapa varian dari pemilu serentak, seperti menyerentakkan pemilu legislatif pada satu waktu dan pemilu legislatif pada waktu yang lainnya. Tetapi jika untuk Indonesia, gagasan yang diajukan Perludem adalah pemilu serentak nasional yaitu pemilihan DPR, DPD serta Presiden, dan pemilu serentak lokal yaitu pemilihan DPRD, Gubernur, dan Bupati/Walikota).
Kenapa perlu pemilu serentak?
Sistem pemerintahan kita presidensil. Hal ini berbeda dengan sistem parlementer di mana mayoritas partai di parlemen lah yang membentuk pemerintahan. Oleh sebab itu pemerintahan pada sistem parlementer lebih mudah mencapai governability (pemerintahan yang efektif) karena kebijakan dari eksekutif mendapatkan dukungan dari parlemen.
Berbeda dengan sistem presidensil yang partai mayoritas di parlemen belum tentu sama dengan partai pendukung eksekutifnya. Sehingga kebijakan dari eksekutif dalam hal ini dapat dikatakan presiden seringkali mendapatkan pertentangan dari parlemen. Sistem pemerintahan presidensil dianggap tidak memiliki mekanisme efektif untuk menyelesaikan masalah deadlock (kebuntuan kesepakatan) antara eksekutif dengan legislatif.
Sistem presidensial tidak memiliki mekanisme menyelesaikan konflik antara eksekutif dengan legislatif. Sehingga ketika terjadi deadlock mengenai suatu kebijakan tidak jelas bagaimana menyelesaikannya. Ini dikenal dengan istilah divided government (pemerintahan terbelah).
Jadi, pemilu serentak di sini tak sekedar menyerentakan penyelenggaraan pemilu tapi juga menekankan pada efektivitas pemerintahan yang didapat dari pemilu?
Betul. Tujuannya mengefektifkan pemerintahan juga efisiensi biaya. Konsolidasi demokrasi keserentakkan akan lebih bekerja kalau yang diserentakkan adalah eksekutif dengan legislatif.
Selama ini evaluasi apa yang didapat dari banyak pemilu yang telah dilakukan?
Hal penting yang menjadi bahan renungan dalam penyelenggaraan pemilu, apakah pemilu yang kita laksanakan setiap lima tahun sekali dapat membentuk pemerintahan yang efektif? Pemerintahan SBY yang didukung 60% suara rakyat juga ternyata mengalami pemerintahan terbelah karena partai pendukungnya tidak mayoritas di parlemen.
Di daerah lebih parah lagi. Karena para calon kepala daerah setelah terpilih lepas begitu saja dari partainya karena mereka sudah merasa membayar lunas kepada partai pengusungnya ketika pencalonan. Jadi tidak terbentuk pemerintahan yang sebangun antara eksekutif dengan legislatif.
Pemerintahan terbelah ini terjadi karena pada sistem pemerintahan presidensil terdapat dua kali pemilu, memilih eksekutif dan memilih legislative. Pelaksanaannya pun pada waktu yang berbeda. Kalau di Indonesia dilaksanakan pemilu legislatif terlebih dahulu baru dua bulan kemudian dilaksanakan pemilu presiden. Akhirnya koalisi terbentuk menjelang pemilu presiden. Koalisi tidak terbentuk dari awal. Pertanyaannya apakah dalam waktu yang singkat itu bisa menyamakan persepsi dan membentuk platform politik yang kuat?
Kalau pemilu legislatif dan eksekutif dilaksanakan secara serentak, maka hal-hal seperti yang disebutkan sebelumnya dapat diminimalisir. Tujuan pemilu tidak hanya terlaksananya pemilu yang jujur, adil, rahasia tetapi juga bagaimana pemilu tersebut menghasilkan pemerintahan yang efektif.
Salah satu rekayasa untuk membentuk pemerintahan yang efektif adalah dengan menyerentakkan pemilu. Dengan pemilu yang serentak koalisi dapat dibentuk lebih awal, jadi partai politik di parlemen juga mendukung presiden.
Sebenarnya belum ada evaluasi yang total dari pemerintah, dalam hal ini Mendagri. Penilaiannya sebatas mengatakan biaya pemilu saat ini sangat tinggi, khususnya pilkada. Oleh sebab itu Mendagri mengusulkan untuk merubah sistem pemilihannya menjadi pemilihan oleh DPRD. Sebenarnya jika masalahnya adalah biaya yang mahal yang dirubah jangan sistem pemilihannya karena akan berpengaruh pada legitimasi kepala daerah yang terpilih. Jika masalahnya adalah mahalanya pemilu maka solusinya adalah pilkada serentak.
Yang menjadi salah satu masalah setelah berkali-kali pemilu adalah apakah hasil pemilu menciptakan pemerintahan yang efektif? Efektifitas disini bukan berarti semua partai di parlemen menyetujui kebijakan eksekutif. Oposisi dalam pemerintahan tetap penting sebagai kontrol. Tetapi yang sekarang terjadi adalah presiden dan koalisi atau setgabnya yang tidak satu jalan.
Bisa dijelaskan teknis atau simulasi praktek dari pemilu serentak?
Teknisnya adalah melaksanakan pemilu nasional baru dua setengah tahun kemudian pemilu lokal. Kenapa dua setengah tahun? Karena dalam waktu tersebut penyelenggara memiliki banyak waktu untuk persiapan. Waktu penyelenggaraan pemilu penting untuk menjadi bahan pertimbangan. Dua setengah tahun adalah waktu yang pas karena koalisi masih solid, kalau masih solid maka koalisi yang ada di pusat dapat dibawa sampai ke daerah.
Kalau mendorong pilkada serentak di RUU Pilkada yang sekarang sedang dibahas maka paling cepat penyelenggaran pilkada serentak dapat diterapkan pada tahun 2021.
Maaf, bisa lebih dijelaskan hal positif dari pemilu serentak?
Pemilu serentak nasional dan lokal akan memberikan dampak positif di beberapa aspek, antara lain efektifitas pemerintahan, konsolidasi demokrasi, efisiensi pembiayaan, dan kualitas penyelenggaraan pemilu.
Efektifitas pemerintahan seperti yang sudah dijelaskan di atas, dengan pemilu serentak nasional dan lokal akan terbentuk pemerintahan yang sebangun. Partai pendukung presiden adalah partai yang juga mendapatkan mayoritas di parlemen. Koalisi pun dapat dibentuk sejak awal, bukan ketika akan pemilihan presiden. Jadi koalisi yang terbentuk adalah koalisi yang memiliki platform politik yang jelas.
Dari segi biaya jelas pemilu serentak lebih murah dibandingkan dengan pemilu tak serentak. Dari sisi tenaga penyeleggara, pemilu serentak bisa menghemat untuk honor petugas penyelenggara.
Kualitas penyelenggaraan pemilu juga menjadi bahan pertimbangan. Jika jarak antara pemilu nasional dan pemilu lokal adalah dua setengah tahun maka penyelenggara pemilu memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan pemilu terkait tahapan-tahapan pemilu.
Pemilu serentak juga memberikan dampak positif bagi partai. Partai memiliki waktu untuk mengurusi konstituennya karena tidak direpotkan harus mempersiapkan pemilu yang setiap saat seperti sekarang. Pemilu serentak juga akan mendorong partai untuk bekerja secara sungguh-sungguh dalam merebut hati pemilih. Kalau kinerja mereka tidak baik pemilih dapat menghukum mereka pada pemilu selanjutnya. Kalau jeda waktu pemilu seperti sekarang yang lima tahun, jaraknya sudah terlalu lama dengan pemilih. Pemilih sudah tidak peduli lagi.
Kendalanya apa agar pemilu serentak cepat diterapkan?
Kendalanya, undang-undang paket pemilu kita yang tidak satu paket. Undang-undangnya terpisah. Undang-undang pemilu legislatif ada sendiri, penyelenggara pemilu ada sendiri dan undang-undang pemilukada sendiri. Oleh karena itu sulit untuk menyelaraskan peraturannya.
Kalau sekarang mau mengadvokasi pemilu serentak, undang-undang pemilu legislatifnya sudah jadi. Sekarang yang sedang dibahas adalah RUU Pilkada. Tidak bisa mengatur pemilu nasional dalam UU Pilkada. Oleh karena itu yang dapat dilakukan sekarang adalah mendorong adanya pengaturan pilkada serentak dalam RUU Pilkada. Pilkada serentak ini akan menjadi transisi menuju pemilu serentak nasional dan pemilu serentak lokal.
Kendala lainnya adalah jadwal pilkada yang tersebar sepanjang tahun. Ini juga menyulitkan untuk mendorong pilkada serentak cepat diterapkan. Cara ekstremnya mungkin harus ada masa jabatan kepala daerah yang dipotong. Kemungkinan paling cepat pilkada serentak bisa dilakukan pada tahun 2021.
Jusuf Kalla pernah mengusulkan pemilu nasional dan pemilu daerah disatukan. Apakah ini sama pengertiannya? Apakah ada perbedaan?
Apakah yang dimaksud JK itu pemilu nasional (DPR, DPD, Presiden) dengan pemilu local (DPRD, Gubernur, Bupati/walikota) yang diselenggarakan pada hari yang sama? Kalau memang begitu, dalam siklus pemilu yang lima tahun kita hanya satu kali pemilu. Ini akan timbulkan pertanyaan, bagaimana nanti kualitas pemilunya?
Beban penyelenggara akan sangat besar karena menyelenggarakan semua pemilu pada waktu yang sama.
Pemilih pun bisa menjadi tidak rasional. Banyak sekali yang harus mereka pilih karena akan banyak sekali surat suara yang dihadapkan kepada pemilih. Apakah pemilih memiliki waktu untuk mempelajari semua kandidat jika pemilunya total nasional seperti itu? Pelaksanaan pemilu yang total nasional ini juga dapat meningkatkan banyaknya potensi suara tidak sah. Â []