Kotak suara transparan menjadi norma terselubung dalam Rancangan UU Pemilu yang disepakati menjadi undang-undang pada Paripurna (20-21 Juli 2017). Kota suara transparan ada di Penjelasan Pasal 341 ayat (1) huruf a.
Sejumlah pihak mengkritik adanya ketentuan kotak suara transparan. Di antaranya Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy’ari. Pencantuman norma ini tak dibenarkan. Berdasarkan Undang-undang No.12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Lampiran II, ditegaskan bahwa penjelasan tak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma dan memuat perubahan terselubung terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan UU Pemilu, Muhammad Lukman Edy angkat bicara. Berikut penjelasan politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini kepada rumahpemilu.org (31/7).
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai telah menyelundupkan proyek kotak suara transparan dalam Penjelasan Pasal 341 ayat (1) huruf a. Apa konfirmasi Bapak?
Itu pasal bukan selundupan tapi terang benderang. Semua sudah disetujui oleh fraksi-fraksi dan Pemerintah. Lagipula, siapa yang mencetak itu kotak suara terserah mereka. Tak ada hubungan dengan kami.
Masak kita dibilang transaksional dengan pasal selundupan? Apa maksudnya? Pemberitaan tidak fair. Tidak ada narasumber dari satu pun anggota Pansus. Yang ditanya orang yang tidak paham.
Tuduhan pasal selundupan dan berbau transaksi adalah tuduhan dan fitnah yang sadis. Tuduhan menggiring opini, dan menghancurkan image kerja keras kami di Pansus.
Pada keterangan Ketua KPU di liputan tersebut, yakni Arief Budiman, Arief menyatakan baru tahu soal kotak suara transparan. Bagaimana tanggapan Bapak?
Kalau KPU menyatakan tidak tahu, memang benar. Justru untuk menjaga supaya tidak ada transaksi yang liar dengan mereka. Memang tanpa persetujuan KPU, karena KPU bukan pihak yang perlu dimintai persetujuan dalam hal ini. Mereka jalankan saja perintah UU.
Mengapa bisa muncul ide kotak suara transparan?
Ide itu hadir karena laporan teman-teman KPU kalau kotaknya sudah banyak yang tidak layak pakai. Sudah dipakai berkali-kali baik pada pemilu sebelumnya maupun pilkada-pilkada. Kotak yang lama sudah tidak bisa disegel karena hubungan antar sisi kotak sudah berlubang. Jadi, tidak mungkin kita masih menggunakan kotak yang sekarang.
Terus, biar tidak ada kecurangan karena kotaknya terang benderang. Untuk menjamin kualitas pemilu dengan meminimalisir kecurangan.
Selain itu?
Ditambah, nanti pada 2019, penyelenggaraan pemilu serentak pertama kali. Pemilu presiden serta pemilu DPR, DPD, dan DPDRD, disatukan lima kotak. Jadi, pasti kurang kotak yang tersedia. Kita memerlukan kotak baru karena setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) dibutuhkan lima kotak. Aneh kalau ada TPS, tiga kotak pakai kaleng, sementara dua kotak pakai yang transparan.
Ide kotak suara terinspirasikah dari negara lain?
Ya. Sudah tidak banyak negara yang pakai kotak tertutup seperti sekarang. Bahkan, negara miskin seperti Nepal saja sudah pakai yang transparan. []
Foto: http://politik.rmol.co/read/2016/06/11/249549/Lukman-Edy:-Justru-KPU-Yang-Menjegal-Calon-Independen-