Uang memegang peranan penting dalam proses kampanye pemenangan pemilu. Peraturan dibangun untuk menerapkan prinsip kesetaraan dalam persaingan. Dana kampanye dibatasi. Pemasukan dan pengeluaran kampanye mesti dilaporkan kandidat.
Namun, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menemukan peraturan ini belum bisa memaksa kandidat untuk transparan melaporkan dana kampanyenya. “Proses pendanaan kampanye dalam pilkada serentak masih belum menunjukkan aspek transparansi yang cukup kuat,†kata Masykurudin Hafidz, Koordinator JPPR, saat dihubungi (23/11).
Jurnalis Rumahpemilu.org, Bagus Purwoadi, mewawancarai Masykurudin untuk menelusuri hasil pemantauannya atas laporan dana kampanye. Â
Apa pentingnya pelaporan dana kampanye oleh pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2015 ini?
Pilkada serentak dibangun berdasarkan prinsip kesetaraan sebagai prasyarat untuk menghasilkan persaingan yang sehat. Dengan prinsip ini, pasangan calon yang mempunyai dana kecil diatur agar dapat bersaing secara adil dengan pasangan calon yang berkemampuan pendanaan besar. Hal ini bertujuan mulia, yaitu agar pemilih mendapatkan informasi yang cukup berimbang dari pasangan calon sebelum menjatuhkan pilihannya pada hari pemungutan suara. Salah satu ukuran integritas pelaksanaan seleksi kepala daerah adalah sejauh mana pasangan calon dapat secara transparan dan akuntabel dalam mengelola dana kampanye.
Bagaimanakah sejauh ini pelaporan dana kampanye yang sudah dilakukan oleh para kontestan pilkada serentak?
Pemantauan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menunjukkan, penerimaan dan pengeluaran dana kampanye pasangan calon tak cukup terkonsolidasi dengan baik. Tidak ada hubungan langsung antara jumlah penerimaan dengan belanja yang dilakukan. Terdapat keterputusan antara jumlah dana yang diterima oleh pasangan calon dengan praktik pengeluaran untuk pembiayaan kampanye.
Rekening khusus dana kampanye yang dimaksudkan untuk menjadi tempat arus kas seluruh transaksi demi memudahkan akuntansi nyatanya tidak terjadi. Rekening tersebut hanya digunakan untuk syarat administrasi sebagai pasangan calon dalam kampanye. Jumlah dana awal yang ada dalam rekening khusus juga tidak mencerminkan kekuatan dana kampanye bagi pasangan calon. Pasangan calon lebih memilih menempatkan dananya secara fisik dan menggunakan cara manual untuk mencatat penerimaan dan pengeluarannya.
Sejauh mana kontribusi partai atau gabungan partai pengusung pasangan calon dalam hal dana kampanye ini?
Sebagian besar dana kampanye diperoleh dari pasangan calon dan pihak lain, perseorangan maupun badan usaha, dan sangat minim pasangan calon mendapatkan sumbangan dari partai pendukungnya. Terdapat relevansi yang cukup kuat antara pilihan partai untuk mendukung calon dalam pilkada dengan gambaran sumbangan yang diberikannya.
Seperti apa gambaran sumbangan yang sudah bisa dilihat dari pelaporan dana kampanye kali ini?
Sumbangan dalam bentuk barang menjadi pilihan bagi para penyumbang. Dalam bentuk kaos, spanduk, konsumsi, dan bahan kampanye lainnya. Sumbangan dalam bentuk jasa tidak terlalu muncul dalam pelaporan pasangan calon. Kelemahan dalam bentuk sumbangan ini adalah pencatatan nilai dan harga dari sumbangan dalam bentuk barang dan jasa tersebut yang berpotensi tidak sesuai dengan ketentuan. Tidak ada mekanisme apapun untuk mengontrol jumlah sumbangan dalam bentuk barang dan jasa yang melebihi batas kemampuan.
Apakah dampak dari tak adanya mekanisme tersebut terjadi dalam pelaporan dana kampanye kali ini?
Ketentuan batas sumbangan maksimal Rp. 50 juta untuk perseorangan dan Rp. 500 juta untuk kelompok dan badan usaha, dalam pelaksanaannya masih belum efektif. Praktik memecah sumbangan agar tidak melebihi batas sumbangan agar tak melebihi batas ketentuan masih digunakan dalam pelaksanaan pilkada serentak ini. Demikian juga informasi terkait penyumbang baik perseorangan maupun badan usaha yang semestinya diberikan secara lengkap tapi masih ditemukan kurang memenuhi syarat. Ketidaklengkapan ini akan menyulitkan bagi pengawas dan pemantau pemilu untuk melakukan penelusuran lebih lanjut.
Bagaimana dengan ketentuan soal bahan kampanye?
Ketentuan bahan kampanye oleh pasangan yang tak melebihi harga pasar sebesar Rp. 25 Ribu juga dilanggar. Pemantauan JPPR menunjukkan terdapat bahan kampanye yang secara harga pasar melebihi ketentuan tersebut. Pemberian bahan kampanye juga seringkali ditambahkan dengan biaya transportasi dan konsumsi yang jumlahnya antara 50 sampai 100 ribu. Demikian juga pasangan calon yang ditemukan melakukan kampanye dalam bentuk iklan di media massa dan pemasangan alat peraga yang jelas-jelas tidak diperbolehkan oleh peraturan dan sudah difasilitasi oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum).
Bagaimana kesimpulan JPPR terkait pelaporan dana kampanye dalam pilkada serentak kali ini?
Proses pendanaan kampanye dalam pilkada serentak masih belum menunjukkan aspek transparansi yang cukup kuat. Transaksi penerimaan-pengeluaran, kepatuhan dalam pelaporan, dan praktik sumbangan masih dikelola ala kadarnya. Kemampuan administrasi keuangan dalam tim kampanye pasangan calon masih lemah. Kondisi ini perlu mendapatkan perhatian serius dalam perbaikan pengelolaan dana kampanye ke depan.
Bagaimana caranya untuk memperbaiki hal tersebut?
Diperlukan adanya pelatihan khusus bagi partai dalam pengelolaan keuangan dana kampanye yang sistemik dan transparan.
Apakah dengan fasilitasi kampanye oleh KPU sudah cukup menekan pengeluaran dana kampanye?
Kampanye dan iklan media massa yang difasilitasi oleh KPU telah mendorong pasangan calon untuk melakukan kampanye dengan cara pertemuan terbatas dan tatap muka. Secara positif metode kampanye ini dapat mendekatkan pasangan calon dengan masyarakat pemilih. Akan tetapi, di sisi lain, juga membuka peluang adanya politik transaksional, terutama mendekati waktu pemungutan suara. Dengan mendasarkan pada kampanye tatap muka, pasangan calon dan tim kampanye berpotensi untuk mendekati pemilih dengan cara memberikan uang dan barang.
Apa yang harus dilakukan oleh pihak penyelenggara untuk menekan potensi itu?
Kondisi ini membutuhkan pengawasan yang cukup ketat dari pengawas pemilu. Oleh karena itu, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) perlu meningkatkan pengawasannya, terutama dua pekan menjelang pemilihan fokus dalam pengawasan politik transaksional ini. Akan terjadi peningkatan pembiayaan kampanye dan kebutuhan lainnya mendekati waktu pemungutan suara di daerah pilkada. Oleh karena itu, untuk mendeteksi transaksi keuangan tersebut Bawaslu dapat bekerjasama dengan PPATK untuk sejak awal menelisik transaksi keuangan yang mencurigakan terutama di daerah-daerah pilkada. Tindakan ini untuk memetakan seberapa besar dana yang bergerak menjelang pilkada. []