April 28, 2024
iden

Perppu Penundaan Pemungutan Suara Pilkada Opsi Paling Memungkinkan

Opsi menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang penundaan hari pemungutan suara Pilkada 2020 dipandang lebih memungkinkan untuk dilakukan ketimbang merevisi Undang-Undang Pilkada. Penundaan waktu pemungutan suara ini akan diperlukan setelah sejumlah tahapan pilkada terhenti akibat Covid-19.

Akhir pekan lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutuskan menunda empat tahapan Pilkada 2020 sebagai antisipasi penyebaran Covid-19 akibat virus korona baru. Empat tahapan itu ialah pelantikan Panitia Pemungutan Suara (PPS), verifikasi syarat dukungan calon perseorangan, pembentukan Panitia Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP), serta kerja pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih. Tahapan itu sedianya berlangsung pada Maret-Mei 2020.

Pilkada 2020 dijadwalkan berlangsung pada 23 September 2020 secara serentak di 270 daerah. Sementara, untuk mengubah waktu pemungutan suara, diperlukan perubahan Pasal 201 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang menyebut pemungutan suara berlangsung September 2020.

Anggota KPU, Viryan Azis, saat dihubungi pada Senin (23/3/2020) mengatakan, sangat sulit hanya menunda sebagian tahapan Pilkada 2020, tetapi tak menunda hari pemungutan suara. Apabila didasarkan pada pemodelan matematis, secara moderat diperkirakan penyebaran wabah Covid-19 selesai Mei.

Jika demikian, tahapan akan kembali dimulai pada Juni atau Juli. Itu berarti terjadi penundaan tahapan 2,5 bulan. Dengan perhitungan kebutuhan waktu tiap tahapan, skenario ini membuat pemungutan suara berlangsung Desember.

Sementara itu, berdasar prakiraan waktu pandemi lebih lama, ataupun dengan menghitung waktu pemulihan, kata dia, pemungutan suara bisa bergeser lebih lama lagi, yakni menggeser waktu pemungutan suara hingga setahun.

Viryan menambahkan, hingga saat ini setidaknya sudah 20 negara menunda pemilu nasional ataupun lokal. Sekalipun di sejumlah negara itu penundaan hanya terbatas beberapa bulan, hal itu dinamis sesuai perkembangan di lapangan.

Penerbitan perppu

Terkait potensi penundaan hari pemungutan suara, Viryan menilai penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) oleh Presiden merupakan opsi relevan pada saat ini. ”Patut (bagi) pemerintah menimbang, (untuk) mengeluarkan perppu. Karena kondisi darurat, bukan kondisi normal,” kata Viryan.

Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Nasdem Saan Mustofa mengatakan, penundaan empat tahapan Pilkada 2020 dipastikan akan berpengaruh terhadap tahapan lainnya. Oleh karena itu, KPU perlu mengkaji secara mendalam peluang menunda tahapan pemungutan suara.

”Peluang penundaan bisa melalui dua pintu, yakni revisi terbatas terhadap UU Pilkada sebab pengaturan mengenai waktu pelaksanaan pilkada diatur dalam Pasal 201. Pintu kedua ialah menerbitkan perppu oleh Presiden,” katanya.

Menurut Saan, perppu lebih memungkinkan diterbitkan karena syarat penerbitan perppu, yakni keadaan darurat atau kegentingan memaksa terpenuhi di tengah pandemi Covid-19. Selain itu, revisi terbatas UU Pilkada memerlukan waktu lebih lama, sedangkan hingga 29 Maret DPR masih menjalani perpanjangan reses.

Menurut dia, perppu dapat diterbitkan saat wabah belum mampu dihentikan hingga berakhirnya status keadaan tertentu darurat bencana Covid-19 yang ditetapkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 29 Februari-29 Mei 2020.

Menurut Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, KPU memutuskan menunda empat tahapan Pilkada 2020 karena alasan keselamatan penyelenggara pemilu. Menurut Mahfud, hal itu dapat dilakukan KPU tanpa berkoordinasi dengan kementerian terkait karena KPU adalah lembaga independen.

Terkait opsi penundaan tahapan menyeluruh, Mahfud mengatakan pemerintah menunggu perkembangan dari KPU. Pemerintah bersikap pasif dan menunggu permintaan dari KPU.

”Tentu kalau pada saatnya nanti KPU meminta perppu itu dikeluarkan, kami akan mempelajari kemungkinan itu. Kalau memang waktunya dari jauh hari tidak harus perppu, bisa melalui proses legislasi biasa melalui daftar (rancangan undang-undang) kumulatif terbuka karena keadaan mendesak pun bisa,” kata Mahfud.

Menurut Mahfud, pemerintah belum menyiapkan skenario penerbitan perppu untuk penundaan pelaksanaan hari pemungutan suara karena masih akan menunggu permintaan resmi dari KPU.

Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi August Mellaz mendorong segera ada sesi pertemuan antara penyelenggara pemilu, yakni KPU, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dengan Pemerintah dan DPR untuk membahas pilkada dalam kaitannya dengan Covid-19.

”Opsi-opsi apa pun yang membutuhkan peraturan setingkat UU, termasuk perppu, pasti memerlukan persetujuan dari DPR. Pertemuan dan konsultasi dengan DPR menjadi sesuatu yang harus dilakukan untuk memastikan penyelenggaraan pilkada,” kata August.

Sementara itu, di tengah kondisi ini, terjadi ”ketegangan” di antara penyelenggara pemilu. Anggota KPU RI, Evi Novida Ginting, yang pekan lalu diberhentikan tetap oleh DKPP memulai proses gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kemarin, lewat sejumlah kuasa hukum, Evi mengajukan keberatan ke DKPP.

Setelah itu, kata anggota tim penasihat hukum Evi, Fadli Nasution, pihaknya akan mengajukan gugatan terhadap putusan DKPP ke PTUN. Ia menyebutkan, gugatan ke PTUN akan diajukan pekan ini.

Saat dikonfirmasi, Pelaksana Tugas Ketua DKPP Muhammad mengatakan belum membaca surat keberatan itu. Ia menambahkan, berdasarkan UU No 7/2017 tentang Pemilu, putusan DKPP bersifat final dan mengikat. (RINI KUSTIASIH, INGKI RINALDI, DIAN DEWI)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas. https://kompas.id/baca/polhuk/2020/03/24/perppu-penundaan-pemungutan-suara-pilkada-opsi-paling-memungkinkan/