Uji kelayakan dan kepatutan di DPR pada 3 sampai 4 April 2017 ini merupakan tahap akhir dari proses panjang seleksi anggota KPU dan Bawaslu periode 2017-2022. Sejak tahap yang dilakukan Tim Seleksi, kemandirian penyelenggara pemilu menjadi hal yang paling ditekankan. Integritas dan kualitas kinerja sesuai latar belakang para calon menjadi satu kesatuan pemenuhan KPU dan Bawaslu yang mandiri.
Tapi, hasil dari proses itu dipertanyakan DPR dalam Rapat Dengar Pendapat minggu lalu. Sebagai representasi rakyat, penilaian DPR penting menentukan tingkat kepercayaan para masyarakat terhadap anggota KPU dan Bawaslu terpilih. Berikut penjelasan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengenai seleksi anggota KPU dan Bawaslu:
Anda menilai apa dari proses seleksi anggota KPU dan Bawaslu ini?
Sebelumnya, Tim Seleksi Anggota KPU dan Bawaslu sudah bekerja maksimal. 11 orang yang diketuai Saldi Isra ini sudah menyerahkan 14 nama calon anggota KPU dan 10 orang calon anggota Bawaslu kepada Presiden Joko Widodo. Tidak ada koreksi presiden terhadap hasil kerja Timsel. Ini tanda Presiden percaya penuh kinerja Timsel yang dibentuknya. Tak ada keraguan memiliki keraguan atas performa dan integritas anggota Timsel.
Untuk tahap uji kelayakan dan kepatutan di DPR?
Sayangnya, ada stigma soal seleksi di DPR. Seleksi oleh DPR sering dianggap hanya formalitas. Semata proses politik berdasar selera yang bersahabat dengan kepentingan partai-partai yang ada di parlemen. Beberapa pihak bahkan beranggapan tak ada parameter terukur yang digunakan DPR dalam melakukan penilaian ketika menyeleksi para calon.
Harapannya terhadap DPR?
Penting menjaga marwah penyelenggara pemilu dalam seleksi anggota KPU dan Bawaslu ini. Mekanisme di DPR adalah bagian dari proses menjalankan tata kelola bernegara yang baik sehingga cara-cara beradab lah yang dikedepankan. Sebab KPU dan Bawaslu adalah penyelenggara pemilu yang di tangan mereka kualitas pemilu dipertaruhkan. Memang mereka bukan satu-satunya penentu. Ada sistem, manajemen, penegakan hukum, dan aktor-aktor lain yang terlibat. Namun, penyelenggara pemilu merupakan ujung tombak.
Ada calon yang sudah menjadi penyelenggara pemilu di pusat dan provinsi, ada juga yang berlatar belakang akademisi dan masyarakat sipil, semua punya pengalaman berhubungan dengan DPR sesuai perannya. Baiknya DPR mengacu apa?
DPR harus memastikan, ini bukan forum balas dendam dan cari-cari kesalahan atas peran para calon di masa lalu berkait latar belakangnya. Para dewan harus menyajikan proses pemilihan yang berkualitas dan menjadi rujukan soal selayaknya merit system dijalankan. Stigma negatif ini lah yang harus dilawan DPR ketika menyeleksi calon anggota KPU dan Bawaslu. Dengan ini, DPR bisa menghilangkan keraguan publik. Uji kelayakan dan kepatutan adalah forum untuk mencari yang patut dan layak sesuai kritera perundang-undangan.
Aspek kemandirian menjadi hal yang ditekankan dalam proses ini. Bagaimana hal ini dikaitkan dengan undang-undang sehingga anggota KPU dan Bawaslu tak hanya pasif melaksanakan undang-undang?
Kewenangan membuat peraturan dan bentuk peraturan yang dihasilkan merupakan salah satu gambaran konkret kemandirian penyelenggara pemilu. Konstitusi bukan tanpa alasan ketika menyebut pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Penyelenggara pemilu berkhidmat untuk pemilu yang jujur, adil, dan demokratis. Sekali ia terkooptasi politik partisan, maka harapan terwujudnya kompetisi yang kompetitif akan semakin menjauh. []